This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 21 Oktober 2011

Bukan Konsultan




Apa yang terbesit dalam benak tema-teman ketika mendengar kata konsultan? Ya, orang yang melayani konsultasi gampangnya begitu ya? Hehehe, ini definisi menurut saya. Definisi menurut saya pribadi,seseorang yang bukan konsultan. Hanya kadang-kadang dimintai jadi orang yang belajar untuk menjadi pendengar yang baik.

Dahulu saya bingung, kenapa ada orang yang mau curhat dengan saya. Saya kan bukan psikolog, belum jadi pendengar yang baik pula, belum jadi penyabar juga. Jadi teringat ketika tengah malam, handphoneku berbunyi. Dalam hati, mungkin orang usil tengah malam begini telpon. Tapi tetap saja kuangkat, biasanya langsung saya matikan. Sambil kriyip-kriyip mata ini, tetap melayani permintaan orang yang tidak saya ketahui. Aneh, terasa aneh sekali bagiku. Terdengar suara perempuan. Dia tidak memperkenalkan diri, hanya menyampaikan bahwa mendapat nomor hp dari kawannya. Thuing....... bikin bertanya tanya, ada apa seorang cewek, tengah malam begini telepon, mau curhat. Saya tidak kenal dengan dia, kawannya yang ngasih nomor hp saya siapa juga tidak saya ketahui hingga sekarang, tidak pula saya tanyakan kepadanya. Kok ya saya yang dihubungi, dimintai solusi, padahal saya baru saja mau merebahkan badan, karena habis pingsan di tengah malam. Pasti serius nih, bisik dalam hatiku. Sama sekali tidak berbayang bakal dicurhati seperti ini.Amanah yang berat, takut salah ngasih saran.
Saya dengarkan dia bercerita. Terdengar begitu berat masalah dia. Dia hamil di luar nikah. Dia mengatakan, bahwa itu bukan kesalahan dia. Dia bukan tipe wanita yang suka bergaul dengan laki-laki, dan saya percaya saja. Dalam pikiran saya, ya entahlah, mungkin saja dia dijebak, diracun, dsb. Dia bingung bagaimana dengan janin yang dia kandung sekarang.......Astaghfirullah, Ya Allah, kenapa Engkau kirimkan aku seseorang yang meminta nasihatku di kala aku sendiri sedang merasa lemah, ataukah memang demikian caraMu menjadikanku kuat dan bersyukur. Engkau berkehendak menjadikan aku kuat dengan memahami orang lain, dengan berempati pada yang sedang Engkau uji, dan mengingat banyak nikmat yang Engkau berikan, sehingga aku harusnya bersyukur bukan berkeluh kesah. Ujian yang diberikan masih dalam batas wajar, ada banyak orang yang diuji lebih dariku.

Itu hanyalah salah satu kisah. Beraneka ragam cerita yang harus kudengar dari mereka, menjadi pembelajarn buatku, dan aku bisa mengambil hikmah dari mereka. Mungkin takdirnya harus belajar dari orang lain seperti ini. Yang jelas, saya bukan konsultan, hanya sekadar jadi tempat curhatan. :)

Ya Allah Yang Maha Melindungi, kami memohon kepadaMu agar senantiasa melindungi kami, membimbing langkah kami dan menyinari hati kami dengan nur kasihMu, sehingga kami dapat melihat yang benar adalah benar dengan jelas dan mengikutinya, serta yang melihat yang buruk adalah buruk dengan jelas, dan menjauhinya.

Senin, 10 Oktober 2011

Cinta dan Syukur




Dua kata yang sangat berpengaruh pada air, sehingga membentuk kristal yang indah adalah kata cinta dan syukur. Masaru Emoto dalam bukunya "the hidden messages in water" menyampaikan bahwa air ternyata dapat merespon perkataan. Air meresponnya dengan terbentuknya kristal. Bila kata yang diucapkan bermakna positif(baik), dan sebaliknya. Bagi yang belum membaca bisa searching ya.

Manusia didominasi oleh unsur air. Bahkan sejak lahir pun demikian. Coba kita renungkan........Apa hikmahnya? Tidak akan saya jawab seketika ini juga ^_^


“Guru yang biasa-biasa saja memberitahu. Guru yang baik menjelaskan. Guru yang unggul mendemonstrasikan. Guru yang istimewa mengilhami.”

Jumat, 05 Agustus 2011

Menangis Itu Penting





Beberapa hari ini saya paksakan diri saya untuk menangis. Jangan heran bila melihat saya di suatu forum pun menangis. Sebenarnya malu juga, tapi mau bagaimana lagi, rupanya menangis harus saya lakukan. Kenapa? Karena penting bagi saya. He he he.
Bukan karena ada masalah berat, atau masalah berat, kemudian pelampiasannya dengan menangis. Walaupun secara psikologis, katanya menangis itu penting. Tapi ini bukan soal itu. Baru kali ini benar-benar merasakan. Menangis itu penting.

Beberapa hari terakhir ini mata saya terasa sakit, perih, serasa kering. Biasanya ketika berbaring miring, air mata menetes, padahal tidak menangis. Lha ini benar-benar serasa kering. Kepala juga terasa pusing. Terasa nyeri di sekitar mata. Berhubung takut eh malas ke dokter, akhirnya searching di google. Rupanya saya terkena CVS, Computer Vision Syndrome. Ini akibat karena terlalu sering di depan komputer, dan saya sering lupa untuk kedep-kedipkan mata, karena keasyikan fokus. Eh gak ding, span-neng. He7. Akhir-akhir ini bisa melek lebih dari 8 jam, di depan komputer, bahkan kemarin sempat cuma tidur satu jam. Nah, sekarang merasakan klenger. Tak bisa berkutik, tak bisa banyak ngetik. Karena mata gak bisa mendelik.

Setelah tanya sana-sini, akhirnya dapat obat juga. Obat pertama, kata temenku saya harus banyak nangis, muhasabah. (Ngaku-lah kalau diri ini banyak dosa ini :( ). Tapi memang benar juga, kalau saya nangis, rasa perih dan pusing itu sirna. Obat kedua, saya akhirnya memakai pelembab mata, yang kemasannya berwarna biru. Rupanya cairan ini tak boleh saya pakai dalam jangka lama, karena mengandung pengawet dan bisa menyebabkan keburaman mata. Selain itu, dapat saran lagi, suruh merimbang pakai air suruh. Terakhir, akhirnya beli suplemen buat mata. Alhamdulillah sudah berkurang, tapi ketika bekerja di depan komputer atau di tempat yang terlalu terang, mulai lagi gejalanya. Benar-benar merasakan kalau punya mata. Benar-benar merasakan, pentingya mata. Mata yang sehat, benar-benar nikmat yang sering terlupakan, dan jadi sadar, menangis itu juga penting ^_^

Sabtu, 23 Juli 2011

Wadah Pembawa Takdir




Baca judulnya saja, mungkin sudah terasa berat muatannya ya? Sama halnya dengan saya ketika mendengar kata-kata itu. Sangat terasa makna yang dalam. Takdir, kata benda abstrak. Tak bisa kita pegang seperti sebuah buku, pensil, daun, handphone, laptop atau benda konkret lainnya, namun jelas adanya. Menjadi keharusan pula bagi kita untuk meyakininya, mengimaninya. Namun saya sendiri hingga saat ini belum tau, seperti apakah takdir saya ke depan. Hingga berapa tahun usia saya di dunia ini. Saya pun yakin,tak hanya saya yang tidak mengetahuinya, tapi semua manusia. Yang ada hanyalah manusia yang menduga ataupun berharap akan takdirnya, meskipun dugaan ataupun harapan akan takdir (keinginan akan takdirnya) adalah sesuatu yang belum pasti.

Seperti yang saya tulis di posting sebelumnya, Allah itu seperti sangkaan hambaNya. Dia memberikan ruangan keleluasaan bagi makhlukNya untuk berharap sebaik-baiknya, dan sebanyak-banyakNya. Tanpa dimintapun Dia berikan. Apalagi yang diminta? Dahulu kita tidak meminta padaNya agar kita memiliki dua mata yang dapat melihat, telinga yang bisa mendengar, tangan dan kaki yang bisa digerakkan, dan masih banyak lagi. Lantas apakah yang menjadi penghalang bagi kita untuk meminta? Meminta segala hal yang kita inginkan, apalagi untuk sesuatu yang mendatangkan keridhoanNya.

Kita hanyalah makhluk yang Allah ciptakan. Atas sifat rahmaan dan rahiim-Nya, kita berada di sini, lengkap dengan segala takdir yang menempel pada diri kita. Apapun itu yang telah menjadi ketentuan dan ketetapan Allah untuk diri kita. Mungkin itukah yang dimaksud dengan diri kita sebagai wadah pembawa takdir. Wallahu a'lam. Hal yang pasti harus diyakini, bahwa segala kehendakNya adalah sesuatu yang terbaik yang Dia berikan untuk kita. Dalam sepanjang waktu yang pernah kutempuh, Dia mengingatkan bahwa memang diri kita adalah milikNya. Diri kita adalah makhluk yang berada dalam kuasaNya. Segala sesuatu terjadi atas kehendak Dia. Segala hal yang Dia kehendaki pasti terjadi, entah kita suka entah tidak suka.

Bersandar, berharap padaNya. Segala sesuatu yang terjadi menjadi pembelajaran bermakna pada diri kita. Menjadi pendewasaan bagi diri kita. Menjadi lahan amal kebaikan bagi diri kita. Berharap bahwa keberadaan diri kita senantiasa berada dalam rengkuhan Rahmaan dan Rahiim-Nya, dalam peliharaanNya, hingga menjadikan diri kita senantiasa memberikan kemanfaatan bagi makhlukNya, siapapun,kapanpun dan dimanapun. Berharap bahwa kita mampu melalui setiap perjalanan yang sulit sekalipun hanya bertemankan keimanan.

Ada pengharapan-pengharapan yang ditujukan untukku. Aku sadari itu, tak mudah mewujudkan harapan-harapan itu. Sebuah visi di masa depan yang jauh membumbung tinggi, seolah untuk menjadi payung ketenangan bagi bumi dan seisinya. Terasa berat benar mengatakannya, karena memang terasa berat amanah itu. Kulihat ada cita-cita besar nan mulia, bukan sekadar untuk menunjukkan kebesaran nama semata. Dalam hati aku berdecak kagum alangkah hebatnya para pengemban amanah yang mampu menunaikan amanah itu dengan sebaik-baiknya. Berbekal keimanan dan tuntunan dari Rabbnya Yang Maha Tinggi, hingga mencapai kemuliaan hakiki. Saya menyadari keberadaan diri, dengan segala kelemahan yang kumiliki. Keberadaan diri kita hanyalah sekadar wadah. Sebuah cita-cita mulia akan tetap tercapai dengan ataupun tanpa keberadaan diri kita, sebab akan selalu ada yang menegakkan cita-cita mulia itu ada ataupun tiadanya diri kita. Kita hanyalah pengemban amanah yang diberikan masa waktu untuk menunaikannya. Akan senantiasa ada batasan waktu untuk diri kita berbuat. Sekadar merengkuh yang kita mampu. Sekadar berusaha menggapai apa yang bisa kita capai. Kalaupun cita-cita itu terwujud, atas rahmat dan kasih sayangNya, bukan semata atas usaha dan keberadaan diri kita. Kita, hanyalah sekadar wadah pembawa takdir

Hanya kepada Allah Yang Maha Kuasa atas segala-galaya, Yang Maha Rahmaan dan Maha Rahiim, memohon, memelas agar diri kita senantiasa dijaga, dilindungi, dilimpahkan dengan segala kasih sayangNya, dan mampu untuk menebarkannya kepada semua makhlukNya untuk sebuah kemuliaan hakiki.




Pertengahan Sya'ban 1432 H,
Terima kasih kepada semua untuk setiap harapan dan lantunan do'a yang dipanjatkan untukku, untuk istiqomah dalam kebaikan
:)

Sabtu, 02 Juli 2011

Multithinking, Multifocus, Multitasking




Menjelang rapotan anak-anak, rasanya kepala kebek, penuh dengan muatan pikiran. Laporan nilai kelas I-V, rekap nilai kelulusan kelas VI, laporan keuangan satu tahun, belum urusan akreditasi. Bukan kepala sekolah aja seabrek kebek sampai bikin klepek. Di sela-sela mikir pekerjaan madrasah, masih jatah untuk ujian kuliah, persiapan nikah kakak kandungku, juga klienku, menghabiskan "cemilan" dari Pak Raga dan masih aktivitas ngglidig lainnya. ...... astaghfirullah......Baru kali ini serasa keok pikiran ini, seolah tak ada ruang pikiran untuk jeda sesaat. Sampai akhirnya,sesaat menjelang tidur merenung.... teringat akan tulisan Maulina. Klengernya dia ketika ditinggal bapak ibu-nya yang sedang ibadah haji, dan harus menggantikan peran ibunya untuk masak, membangunkan adik-adiknya, dll. Tapi kenapa ibunya mampu mengerjakan semua urusan itu tanpa mengeluh. Bahkan ibunya adalah seorang kepala sekolah yang senantiasa on time berangkat kerja. Kalau ibunya bisa, kenapa dia tidak? Hasil dari baca sana sini, dapat suatu kesimpulan wanita itu memiliki kemampuan untuk melakukan banyak pekerjaan dalam satu waktu. Bisa masak disambi menyapu, bersih-bersih, membangunkan anak-anaknya bahkan sambil ngomel juga bisa (peace ^_^, saya juga wanita, mengakui kalau sering mengomel juga he he he). Semuanya bisa dituntaskan dalam waktu yang terbatas.

Masa ujian yang bersamaan dengan masa persiapan akreditasi, saya sempatkan untuk membaca bahan perkuliahan, meskipun sedikit sekali. Ujian terakhir adalah mata kuliah Sistem Operasi. Pas kondisi sedang keok, alhamdulillah dapat pencerahan, dari menghubung-hubungkan antara kuliah komputer dengan keadaan yang saya hadapi. Sebuah sistem operasi di dalam komputer memiliki kemampuan untuk multitasking, multiprocessing, dll....... gak hafal. Komputer mampu mengerjakan berbagai proses secara bersamaan. User menjalankan program winamp sekaligus mengetik menggunakan MS Word juga browsing menggunakan mozzila firefox. Semua bisa dilakukan bersamaan. Saya renungkan, komputer itu kan buatan manusia. Manusia itu kan lebih cerdas dari komputer. Kalau begitu, kenapa tidak mencoba saja ya? Mengerjakan segala urusan yang numplek itu. Kalau sekadar saya mengeluh dengan banyak pekerjaan juga tidak akan mengurangi pekerjaan kan???

Awalnya saya ragu-ragu. Tapi dari baca bukunya pak Ippho (Right), saya jadi ingat. Keyakinan adalah sebuah kekuatan. Kita meyakini bahwa Allah itu ada. Allah itu adalah Tuhan, Sang Khalik, yang menciptakan kita. Dialah Yang Maha Kuasa. KekuasaanNya meliputi seluruh alam, baik di langit dan di bumi. Pokoknya segala-galanya. Bila Dia berkehendak, maka tiada suatu apapun yang mampu menghalangi. Saya ingat pula, bahwa Allah itu, tergantung pada prasangka hambaNya. Semua itu membuat saya menyimpulkan, saya bisa multithinking, alias memikir banyak hal terkait segala yang sedang numplek di depan saya. Saya bisa multifocus, dapat fokus, konsentrasi dengan apa yang saya pikirkan. Multitasking, saya bisa mengerjakan amanah-amanah yant tak cuma satu itu hingga tunai.(Mohon jangan protes tentang definisi-definisi ini he he he-red). Mungkin ada yang heran, ragu-ragu, maaf, itu urusannya ,he he he, sebab saya sedang belajar, dan saya meyakini ini. Saya yakin Allah akan memudahkannya. Tak ada yang tak mungkin bila Allah berkehendak, dan saya berprasangka baik pada Allah, Allah akan memampukan saya. Otak saya ukuran dan kemampuannya mungkin, tetapi Allah pasti akan melipatkan kapasitas dan kemampuan untukku agar dapat menunaikan amanah-amanah ini. Masa' saya tidak yakin kalau Allah mampu mengabulkan dan mewujudkan prasangka saya ini.

Perlahan-lahan, saya nikmati padatnya aktivitas di otak saya, juga aktivitas-aktivitas lainnya. Saya menaikkan jatah waktu untuk rehat sejenak dengan sholat. Saya keluhkan capeknya pikiran dan fisik saya dengan seabrek aktivitas ini. Saya mulai tingkatkan untuk refreshing dengan membaca Qur'an. Alhamdulillah........ saya rasakan lebih baik. Waktu rasanya lebih longgar dari sebelumnya. Semula saya khawatir dengan amanah bersama rekan-rekan muda saya bakal tersingkirkan bahkan tak ada alokasi memori untuk memikirkannya di otak saya. Akan tetapi, ternyata BISA. Saya biasanya sangat susah untuk mencari waktu buat cari buku. Alhamdulillah, bisa terlaksana. Saya bisa menikmati cemilan berupa softfile kiriman pak Raga di madrasah, sembari ngerjakan administrasi sekolah, sembari sesekali chating dengan teman di ym dan facebook, He he he. Mulai berkurang kalimat "saya lagi crowded urusan akreditasi"........ ALHAMDULILLAH..........!!!!!!! Semua atas kehendak dan kuasaNya. Karunia Allah yang tak terhingga nilainya. ^_^


Ya Allah Yang Maha Kuasa, kami memohon kepadaMu, agar senantiasa menguatkan iman kami kepadaMu,
Kami memohon kepadaMu pula, jauhkanlah kami dari putus asa
Jauhkanlah kami dari hal-hal yang sia-sia.
Wahai Allah Yang Maha Rahman Maha Rahiim, jadikanlah keberadaan kami senantiasa memberikan manfaat bagi siapapun, kapanpun dan dimanapun. Aamiiin


To : All of my teachers : terima kasih atas ilmu, semangat, doa dan kepercayaannya padaku. and Maulina, terima kasih atas tulisan yang memberikan inspirasi bagiku, walaupun dirimu tiada menyadarinya. he he he.

Selasa, 21 Juni 2011

Akreditasi, Prestise Sekolah




Akreditasi owh akreditasi....namanya sepertinya ada unsur intelek, cerdas, modern, tapi jujur, saya tak suka. Mungkin kalau akreditasi itu sosok manusia, dia adalah orang yang terlihat parlente. Hampir semua orang akan menyanjung-nyanjung. Demi mendapatkan perhatiannya akan melakukan apa saja. Akan tetapi, akreditasi bukanlah sosok manusia. Akreditasi sekolah/madrasah adalah kegiatan penilaian (asesmen) sekolah/madrasah secara sistematis dan komprehensif melalui kegiatan evaluasi diri dan evaluasi eksternal (visitasi) untuk menentukan kelayakan dan kinerja sekolah/madrasah.. (bukan saya yang mengartikan-red).

Setiap madrasah yang diakreditasi, akan memperoleh nilai. Saya yakin, tiap sekolah menginginkan nilai akreditasinya yang terbaik. A, minimal B.Untuk mendapatkan nilai A, ada banyak hal yang harus disiapkan oleh sekolah. Dari juknis akreditasi SD/MI, ada 157 point penilaian, yang terdiri dari 8 standar. Berhubung madrasah tempat saya mengajar saat ini akan akreditasi di awal tahun ajaran baru ini, maka saya mau tidak mau dan harus mau untuk mempelajari tentang akreditasi ini. Tak sekadar mempelajarinya, namun juga harus menyiapkan segala sesuatunya untuk akreditasi. Seperti halnya madrasah pada umumnya, menginginkan nilai akreditasi A, meskipun hati saya seringkali bertanya, kenapa harus A? Kenapa harus mengejar nilai akreditasi A??? karena sekolah yang mendapat nilai akreditasi A berarti sekolah yang bagus? Apakah sekolah yang bagus berarti sekolah yang berhasil dalam mendidik anak-anak didiknya?


Ada rasa yang menggores hati. Mengamati satu per satu point penilaian akreditasi. Setiap unsur penilaian dibutuhkan bukti-bukti. Bukti didapatkan dari bukti fisik berupa catatan-catatan administrasi, wawancara, pengamatan dan sebagainya, tapi ketika saya amati, betapa banyaknya bukti administrasinya. Memang sebuah keteraturan kinerja instansi dapat dilihat dari catatan administrasinya. Saya setuju dengan kerapian administrasi. Akan tetapi, apakah untuk mengejar nilai A, harus membuat tipuan-tipuan administrasi. Sesuatu yang tiada tiba-tiba diadakan. Misalnya, pada bagian standar isi, tentang KTSP, ada syarat ada workshop, review dan revisi yang melibatkan berbagai pihak, termasuk komite. Buktinya dengan adanya notulen, daftar hadir, berita acara, dan draft KTSP. Berhubung komite tidak tau apa-apa, dan untuk meringkas kerja penyusunan KTSP, cukuplah sekali mengundang pembicara, kemudian dibahas guru-guru. Karena akreditasi, maka dibuatlah notulensi, berita acara buatan, dsb yang menunjukkan bahwa komite ikut terlibat dalam penyusunan KTSP. Deuuhhhhhhhhhhhh.

Ada lagi tentang standar kelulusan, demi mengejar nilai akreditasi, maka syarat KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal, nilai minimal yang harus didapat siswa agar dapat dikatakan berhasil dalam belajar-red) 7,5 . Maka dibuatlah KKM dengan nilai seperti itu. Dengan menetapkan KKM mata pelajaran 7,5 berarti, ukuran berhasilnya pembelajaran di sekolah adalah nilai yang didapat peserta didik 7,5. Bagi anak-anak yang nilainya di bawah KKM, maka akan remidi, sehingga mendapatkan nilai minimal sama dengan KKM. Bila berulang kali tidak mencapai KKM, maka solusinya adalah memberikan soal semudah-mudahnya bagi siswa, asal nilainya menjadi baik. Kalau murid tak bisa mencapai juga, jangan-jangan disuruh pindah sekolah. Karena pernah saya mendengar cerita dari seorang guru. Di sebuah sekolah, seorang kepala sekolah menyuruh muridnya untuk keluar, atau pindah saja dari sekolah itu, karena dianggap telah menjatuhkan nama baik sekolah. Duh, geram rasanya mendengar cerita itu. Andai saya ada disitu mungkin akan saya jawab, lha buat apa anak itu sekolah? Anak belajar di sekolah supaya jadi cerdas. Bukan sekadar menjawab soal dan mendapat nilai yang dianggap baik oleh guru. Kalau dia sudah pintar, gak perlu sekolah lagi. Iki piye ta????? Deeuuuhhhhh
Masih ada kaitan dengan nilai. Untuk siswa kelas VI, maka nilai Ujian Nasional sangat menentukan prestise sekolah. Sekolah yang bisa meluluskan anak didiknya 100% dianggap berhasil dalam mendidik. Sekolah yang terdapat anak yang tidak lulus, atau nilainya jelek, dianggap kurang berhasil. Karena pandangan semacam ini, seringkali dijumpai, adanya kecurangan dalam ujian nasional. Cerita dari teman saya, ketika menjadi pengawas, mendapatkan "nasihat" dari kepala sekolah tempat ia bertugas, yang intinya diminta "jangan terlalu keras kepada anak-anak, anggap seperti anak sendiri". Itu adalah bahasa halusnya. Aslinya, biarkan anak-anak saling menyontek. Jangan dicatat dalam berita acara. Bahkan telah menjadi rahasia umum pula, di sekolah dibentuk tim sukses ujian nasional, yang bertugas untuk memberikan bocoran, atau meminta anak-anak yang dianggap cerdas untuk "membantu" kawannya, "menyelamatkan" kawannya di ujian nasional. Tak hanya berhenti di situ. Di tahun ajaran 2010/2011 ini, ketentuan kelulusan turut memperhitungkan nilai rapot, ditambah nilai ujian sekolah, dan nilai ujian nasional. Nilai rapot tak dapat diubah. Nilai ujian nasional didapat dari pengkoreksian pusat. Maka jalan satu-satunya untuk "membantu" murid-murid adalah dengan katrol nilai pada ujian sekolah. Terheran-heran saya karena anehnya institusi pendidikan di negeri ini. Selama 6 tahun, guru mengatakan kepada anak-anak, untuk jujur, tapi di akhir menjelang kelulusan anak didiknya.......... ya seperti itulah. Legalisasi kebohongan dan kecurangan. Demi prestise. Bila guru mengajarkan kebaikan akan menjadi amal jariyah, lantas bagaimana bila guru mengajarkan keburukan?????

Karena "kebijakan-kebijakan" aneh di dalam institusi pendidikan ini, pernah kepala sekolah dan guru-guru di tempat saya mengajar mengatakan, lha daripada ngatrol dan membantu anak-anak dalam menjawab soal, kenapa tidak sekalian saja soalnya dikerjakan gurunya, atau tidak perlu ada ujian nasional. Anak-anak sudah stress karena khawatir tidak lulus, tapi kemudian kecurangan dilakukan oleh gurunya sendiri. Demi prestise dan "nama baik" sekolah.

Melihat fenomena-fenomena kebobrokan pendidikan di negeri ini, darimanakah aku bisa memulai untuk perbaikan????

Seuntai Do'a Dari Timika




Allah selalu punya hadiah untuk kita...
Sebuah cahaya di kegelapan
Sebuah rencana untuk setiap hari esok
Sebuah jalan keluar untuk permasalahan
Sebuah kebahagiaan untuk setiap kesedihan
dan sebuah kedewasaan untuk setiap ujian yang datang
Aku pun punya hadiah istimewa untukmu....
Sebuah do'a yang kupanjatkan dengan rasa cinta karena Allah
Semoga kebahagiaan, kemudahan, kesehatan dan keselamatan selalu menyertaimu...
sukses di dalam da'wah
kejar impian
Aamiin . . . .


Hpku bergetar, dan kulihat ada satu pesan yang dikirim oleh seseorang yang telah lama tak berjumpa denganku. Deg..... hatiku haru membaca untaian kata-kata itu. Rangkaian kata-kata syarat makna. Terlebih aku telah lama tak berjumpa dengan sang pengirim. Haru hatiku, karena kutau cintanya padaku, sementara tiada pernah ketulusan cintanya berbalas sepadan dariku. Seseorang yang banyak tau tentang baik dan burukku, sekaligus menyayangiku, bahkan tatkala aku melupakannya pun, ia masih menyempatkan diri untuk melafalkan do'a-do'anya untukku.

Tiada kusadari. Telah lebih dari lima tahun kami berpisah. Jadi nostalgia kenanangan masa lalu. Betapa nyleneh dan nyentriknya diriku. Masih ingat ketika itu aku ditanya, bila diumpamakan sebagai benda, seperti benda apakah diriku. Disuruhnya aku menggambar di atas kertas. Lalu kugambarkan garis-garis tak beraturan, dan kukatakan. Ini adalah sketsa air. Aku laksana air, yang menerjang apa yang ada di depan yang menghalangiku. Kemudian aku disuruhnya menggambarkan sesuatu yang mencerminkan keadaanku 5 tahun yang akan datang, lalu kugambarkan batu nisan. Ketika ditanya, apa maksudnya, lalu kujawab dengan enteng, ini gambar batu nisan. Batu nisan itu adalah penanda mati. Mungkin dalam waktu lima tahun lagi, aku sudah tiada lagi. Kulihat di raut mukanya nampak keherananan, tapi dengan enteng kukatakan. Ya itulah diriku. Duh duh duh........... bila ingat masa itu. Konyol sekali diriku. Berbeda dengan temanku yang menggambarkan vas bunga yang cantik. Ia memang terlihat jauh berbeda denganku. Cantik dan anggun, santun pula. Tapi..... itu diriku jaman dulu. Sekarang, aku??????? Aku berbeda. Berbeda usia. He7. Semoga berbeda pula dengan keadaanku saat itu. Semoga telah ada perubahan padaku. Perubahan menuju kebaikan, dan mau tidak mau harus kuakui...... bisa jadi........ kebaikan yang kemudian mulai menjalar dalam diriku adalah atas do'a-do'a yang dilantunkan oleh orang-orang yang dengan ketulusan mencintaiku. Tanpa pernah kutau, mereka senantiasa berdoa tiada jemu untuk kebaikanku.

Teringat akan sebuah kisah, dua orang bersahabat yang "berlomba" berdoa kepada Allah, untuk mengetahui doa siapakah yang makbul. Orang pertama memohon kepada Allah agar dirinya dijadikan kaya dan berkecukupan. Selang beberapa waktu kemudian, mereka berjumpa, lalu menanyakan kabar masing-masing. Orang pertama memamerkan kepada kawannya, bahwa do'anya telah dikabulkan. Dia berpikir bahwa do'a kawannya tidak terkabul, karena tak tampak adanya perubahan perbaikan dalam kehidupan kawannya itu. Lalu orang kedua mengatakan, bahwa dia hanya berdo'a, agar Allah berkenan mengabulkan do'a kawannya itu.

Bisa jadi, tercapainya apa yang menjadi cita-cita kita, kesuksesan yang kita dapatkan hingga hari ini, adalah karena Allah mendengarkan dan mengabulkan do'a dari orang-orang yang mendoakan kita. Bahkan bisa jadi, keistiqomahan kita dalam kebaikan kita hingga hari ini adalah karena ada orang lain yang mendoakan kita, lalu Allah memberikan keridhoanNya.

Kekerasan hati telah menggerogoti hatiku, sehingga kepekaan hati semakin menepi. Duhai Allah, ampunilah aku, dan lindungilah ia, kasihilah ia, balaslah kebaikan-kebaikannya, mudahkanlah segala urusannya dan ridhoilah ia. Seseorang yang masih mencintaiku, masih menyayangiku karenaMu. Seseorang yang dengan kesabarannya mengajariku mengenalMu. Seseorang yang dengan ketekunannya mendidikku agar berubah menjadi lebih baik. Seseorang yang berada di Timika, yang masih setia mengalunkan doa.



Especially for mbak Har :)

Minggu, 05 Juni 2011

Bismillah Aku Melangkah




Sabtu pagi, 4 Juni 2011 kepala madrasah bertanya padaku. "Mbak Purna, dengar-dengar Mbak Purna mau keluar dari MI ya?" dan dengan pasti saya mengiyakan sambil tersenyum. Walaupun saya sadar, jawaban itu mungkin akan mengagetkan kepala madrasah, juga guru-guru lain di madrasah tempat saya mengajar. Beragam pertanyaan mungkin ada dalam benak mereka (sok tau - red). Berbagai pertanyaan yang dimulai dengan kata tanya "mengapa" atau "kenapa" mengalir ditujukan padaku. Kenapa mbak, kok mau keluar? Ada masalah apa atau dengan siapa? Dan sambil senyum-senyum, enteng saya jawab. Gak ada masalah apa-apa Bu. Masih muncul pertanyaan senada, yang diikuti perkiraan jawaban oleh guru agama. Atau karena jauh mbak? Belum saya jawab, sudah dijawab oleh kepala madrasah, Lha kalau karena alasan jauh, toh sudah ditempuh bertahun-tahun (duh, kesannya sudah lama banget, padahal baru 4 tahun ini. Guru agama lantas menyimpulkan sendiri. Berarti dugaanya salah. Selanjutnya diikuti pertanyaan dari guru olahraga, apa karena honor kurang besar, mungkin itu alasannya. Langsung saya jawab, "Pak, kalau alasannya karena honor kurang besar, tentu sudah sejak dulu saya pamit, saya terima tawaran pekerjaan lain yang berani membayar dengan honor lebih dari honor yang saya dapatkan disini." Kemudian guru itupun mengiyakan juga. Saya tau, masih jelas terlihat wajah-wajah penasaran di sekitar saya. Daripada hening, saya alihkan pembicaraan. "Sudahlah bu, kita konsentrasi untuk menyiapkan akreditasi dulu. Toh saya pamit insya Allah setelah akreditasi"

Usai dengan pertanyaan dan tebakan dari kepala madrasah dan para guru, rupanya masih mendapat "tebakan" lewat sms. Saya bantah "tebakan-tebakan" itu, sekaligus saya gunakan kesempatan untuk memotivasi pengirimnya. Tampak adanya kekhawatiran (Ge-eR nih :D ) . "Kalau mbak Purna pergi dari MI, terus gimana MI". Dasar mbandel, saya jawab juga, ya tidak gimana-gimana bu, masih ada banyak guru disana. Jawaban saya ditimpali dengan protes, lha kan saya tidak bisa seperti mbak Purna, tidak ada yang seperti mbak Purna". Dengan PD puollll saya mengatakan, makanya bu' mumpung saya masih di MI, saya belum pergi, ayo belajar. Masa' kita suruh anak didik, KAMU PASTI BISA, KAMU HARUS BISA, eh kita malah membatasi diri. Gimana hayo......... Ups...... pede sekali saya ini. Tak hanya lewat sms, tapi berhadapan langsung dengan guru senior juga berani-beraninya ceplas-ceplos begitu. Di sisi lain, saya juga berpikir. Ah itu kan suatu kebenaran. Tak masalah untuk diucapkan, walau mungkin maaf... kurang halus kata-katanya.

Sama sekali di luar dugaan saya sendiri. Kepala madrasah tahu rencana saya lebih cepat dari yang saya duga. Padahal berawal dari canda dengan guru-guru. Saya syukuri saya, ada gelagat dari guru-guru untuk belajar, untuk memanfaatkan keberadaan saya selagi masih ada di madrasah.It's Okay. Alhamdulillah terbuka pikiran beliau-beliau. Ada sedikit waktu yang bisa kugunakan untuk menyiapkan kondisi agar lebih baik sebelum saya benar-benar pergi meninggalkan madrasah. Cukup tidak ya? Bisa tidak ya? Meninggalkan sesuatu yang indah dan berharga untuk madrasah ini? Insya Allah bisa. Khusnuzhon saja pada Allah. Pasti DIA mudahkan.

Kalau saya dicecar dengan pertanyaan berulangkali dengan kata tanya "mengapa" ujung-ujungnya saya hanya menjawab, karena saya punya cita-cita. Karena saya ingin mengembangkan diri saya. Ketika beberapa guru mengatakan, mbak Purna silakan mengembangkan diri, silakan mengepakkan sayapnya, tapi biarkan kakinya masih disini. Dengan enteng, saya menjawab, apa tidak zholim bu? Coba lihat, kalau ada burung disuruh kepakkan sayap, tapi kakinya diikat supaya tetap menempel di tanah. Apa tidak kesakitan? Zholim kan namanya? Lantas ada yang menjawab, ya pokoknya mbak Purna harus tetap disini, tapi saya jawab, saya kan punya hak untuk dimana saja bu'.Saya punya hak pula untuk mengembangkan diri saya. Saya punya cita-cita, dan saya berhak untuk meraihnya.

Benar-benar tidak karuan hati ini rasanya. Ada banyak tanya yang menghampiri, itu pasti, namun saya sendiri heran juga. Saya berani ambil keputusan seperti ini. Di sela-selanya, jujur saya akui, ada perasaan berat. Pertimbangan tempat, lingkungan yang nyaman untuk bekerja, bersih.Orang-orang yang lebih tua, yang lebih banyak ngemong saya yang paling muda alias sering kurang tau tata krama ini. Anak-anak yang sering menyambut riang manakala saya masuk kelasnya. Selain itu, tentang honor pun saya syukuri. Dibanding guru non PNS SD/MI di kecamatan Imogiri, setau saya, saya yang paling banyak. Kalau dirasa, tidak jelek amat kalau ditanya, bekerja dimana? lalu saya jawab, guru komputer di madrasah XXX. Mungkin malah keren (he he he he... PD). Ketika saya memilih pamit, berarti saya kehilangan honor tetap, berarti saya kehilangan jabatan, berarti saya melepas status yang saya rasa aneh didengar, seperti : guru bahasa Inggris yang tidak punya background pendidikan bahasa Inggris, Pemandu Bidang Bahasa Inggris kecamatan Imogiri Program Rintisan Bahasa Inggris. Kepala Sekolah ataupun Wakasek tanpa SK, dan lain-lain. Saya pamit artinya saya akan meninggalkan semua itu. Bila suatu saat ditanya, kerja apa mbak? saya jawab, pengacara alias pengangguran banyak acara. Hmmmmmmmmm ........... Resiko pula, bakal dikatakan, orang aneh benar. Sudah dapat pekerjaan jadi guru kok dilepas. Malah mau kerja apa tidak jelas. Ya itulah saya. Mungkin ditambah aneh pula, karena orang tua saya justru mengatakan, kalau kamu mau pamit, pamit saja. Walau honormu dinaikkan, tidak usah bingung ingin kembali. Wah wah wah, alhamdulillah. Makin mantab melangkah.

Saya sadari, ada banyak hikmah yang saya dapat di madrasah. Bertambahnya relasi. Bertambahnya ilmu, bertambahnya kemampuan. Luar biasa, kenangan-kenangan indah. Tak bisa saya pungkiri. Ada banyak hal yang saya dapat, bermula dari saya mengajar di madrasah. Bismillah aku melangkah. Semoga ini langkah yang benar dan diberkahi Allah. Sekali lagi belajar memilah dan memilih, antara keinginan dan kebaikan. Tidak semua alasan harus dimasukkan akal, sebab akal ada keterbatasan. Itu yang saya yakini. Adakala mengambil keputusan dan melangkah itu karena keyakinan. Selama keyakinan itu bersandar pada Allah, semua keraguan akan lenyap. Semua kesulitan akan dapat diatasi. Allah itu Maha Berkuasa dan Maha Pengatur, sekaligus Maha Pemelihara...... rasa tenang yang menyelimuti bila mengingat itu. Sekalipun akan melangkah pergi, masih ada sebongkah harapan kutinggalkan di madrasah. Semoga kelak menjadi lebih baik sepeninggalku. Semoga ikatan cinta ini tak berakhir di sini... aamiin.

Ya Allah Ya Ghofur.... ampunilah segala dosa kami.Ya Allah Ya 'Aziz, kuatkan keyakinan kami kepadaMu, bahwa Engkaulah Yang Maha Kuasa. Engkaulah Yang Maha Pemelihara, maka kami memohon kepadaMu peliharalah kami agar senantiasa berada di jalanMu. Engkau Yang Maha Pemberi Rizki, kami memohon lapangkan dan berkahi rizki kami. Ya Allah Ya Lathif, senantiasa kami mohon kepadaMu, karuniakan kepada kami hati yang lembut...Aamiin

Senin, 09 Mei 2011

I Love Me

Rupanya sudah lama tidak posting tulisan. Bukan karena sibuk, tapi sok sibuk dan ketularan mikir UN, padahal tidak ikut ujian...... Istirahat sejenak dari aktivitas menjemukan dengan menulis...... silakan dibaca...... ^_^

Jangan heran dengan judul tulisan kali ini. Jangan protes pula. Pernahkan kita ungkapkan kalimat itu pada diri sendiri? Saya akui baru akhir-akhir ini saya latih untuk mengucapkan pada diri sendiri. Ya, saya mencintai diri saya sendiri. Jangan terlalu sempit memaknai kata-kata itu. Kalimat itu bukanlah indikasi kalau saya patah hati. Bukan pula manifestasi kekecewaan, bukan pula karena ditinggal teman-teman ngglidig.


Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.(QS. 66:6)


Apa iya, kalau kita tidak mencintai diri sendiri bisa mau memelihara diri?
Apa iya, kalau kita tidak mencintai diri sendiri kita mau bersyukur pada Allah?
Ketika merenung, bukankah salah satu manfaat yang kita dapat ketika bersyukur adalah akan semakin melimpahnya nikmat yang Allah berikan pada kita?

Seringkali tanpa sadar kita tak mensyukuri diri, lalu membenci diri sendiri karena tak tercapainya target-target. Termasuk saya. Misalnya ketika dahulu masih di bangku sekolah, kalau tidak masuk tiga besar terus murung. Merasa benci, kenapa gitu saja gak bisa.

Bagaimana dengan sekarang? Alhamdulillah, rasa dan ungkapan cinta pada diri sendiri menjadi motivasi. Maaf bila dinilai narsis. Tapi bukan berarti meremehkan orang lain dan menyombongkan diri. Aku mencintai diriku sendiri, yang semangat, yang tak mudah menyerah. Mau belajar untuk maju, meskipun harus mendapat kritikan. Kepada orang lain saja mau memberikan reward, kenapa pada diri sendiri tidak? Meskipun reward tak harus berupa permen, coklat, ataupun kelengkeng. Bisa pula penghargaan untuk diriku adalah dengan ungkapan, aku cinta pada diriku, maka aku akan menjaga agar kelak diriku selamat di dunia hingga akhirat. Dan mungkin untuk menyelamatkan diriku sendiri, harus mencintai orang lain, mencintai seluruh makhlukNya, menebarkan rahmat bagi seluruh alam. Segala kesulitan itu harus ditempuh, karena hasilnya akan kembali untukku pula.........


I love me so much.......

Jogja, 23 Mei 2011

Senin, 04 April 2011

Gedang Kluthuk Wulung



Akhir-akhir ini, mendengar beberapa teman yang mengeluhkan ada saudaranya yang mengalami gangguan ginjal.Ada ginjal bengkak, lantas divonis dokter "harus operasi", ada pula yang sudah cuci darah tiap dua minggu sekali. Jadi ingat, dulu ada yang ngasih tau ada tanamanan yang bisa digunakan untuk terapi penyakit ini.pisang kluthuk wulung.

Mungkin kita sudah agak jarang mendengar jenis tanaman ini. Walau jarang, alhamdulillah saya bisa juga mendapatkannya, setelah nrethek-nrethek dapat juga dari tetangga. Kalau yang penasaran, boleh datang ke madrasah tempat saya mengajar.He7.Kalau yang tidak mau, tapi pingin tau, saya copy paste-kan ciri-ciri tanaman ini.

Ciri-cirinya : Tinggi pohon pisang klutuk ireng sekitar 3 m dengan lingkar batang 60-70 cm. Bagian yang berbeda dari pisang klutuk adalah warna pelepah daunnya yaitu berwarna ungu kehitaman. Tandan buah mencapai panjang 80 cm-100 cm. Sisir buah berjumlah 5-7 sisir dan tiap sisir berjumlah 12-18 buah yang tersusun rapat, berpenampang segi tiga atau segi empat, berkulit tebal, daging buah putih atau kekuning-kuningan, rasa kurang manis, tekstur agak kasar dan di dalamnya terdapat banyak biji.blog sains

Terapi Sakit Ginjal
22 Lembar sisiran daun (suwirsesuai garis tulang daun) dicampur air 3 liter kemudian direbus sampai mendididih
Setelah mendidih, tambahkan air 7 liter. Gunakan untuk mandi hangat. Lakukan pagi, siang, dan sore hari. Minimal pagi dan sore hari.

Penyerap Racun
Pada zaman dahulu, di sekitar tempat pembuangan limbah (comberan/peceren) biasa ditanami tanaman ini. Rupanya, tanaman pisang kluthuk wulung ini, memiliki faedah dapat menyerap limbah cair.

Mungkin masih teramat minimalis tulisan ini. Karena saya kesulitan mencari referensi lebih banyak. Lebih valid bisa tanya ke pakar lingkungan :D

Senin, 21 Maret 2011

Sakaw TI

Menjiplak istilah yang digunakan dalam dunia NAPZA. Sakaw, kondisi seseorang yang sudah kecanduan sesuatu, merasa sakit tak berdaya karena tidak mengkonsumsinya. Dan mungkin kita yang sudah terbiasa menggunakan segala fasilitas efek kemajuan teknologi saat ini bisa kecanduan, hingga sakaw. Merasa tak bisa berbuat apa-apa tatkala akses untuk memanfaat teknologi terhambat. Paling tidak rasa berat menjalani pekerjaan tatkala tak menggunakan teknologi.

Pernah suatu ketika, seorang pegawai Pemda Bantul memberikan beberapa buku sangat tebal pada Pak Bima INSIST. Kira-kira satu buku tebalnya 6 cm, Pak Bima INSIST bertanya “Mas, ada softcopynya tidak?” . Kalau ada, kan praktis Mas, tinggal copy paste saja, tidak berat membawanya.”
Kontan, saya tak bisa menahan tawa. Wah, akhirnya ketularann penyakitku, kecanduan TI.. Kebanyakan berkutat dengan komputer, semua pinginnya ada softcopy. Malas membawa print out. Ingin mencari kata kunci tinggal Edit-Find atau Ctrl + F. Membaca cukup sekilas di sekitar kata yang dicari. Padahal, bisa jadi hanya mendapatkan pemahaman parsial saja, maksudnya pemahaman yang tidak menyeluruh. Mungkin ini juga salah satu efek teknologi informasi, saya jadi menggunakan kata-kata ‘aneh’ . Jadi mohon maaf, bila kata-kata yang saya gunakan aneh. Termasuk ada shortcut emoticon semisal :D, =))

Sejak tahun 1997, saya sudah berkenalan dengan komputer. Tapi mungkin lebih banyak berinteraksi dengannya sekitar tahun 2000. Rata-rata 6-18 jam komputer saya menyala. Rasanya aneh ketika harus “berpisah” dengan komputer atau laptop, plus koneksi internet. Rasanya aneh ketika sehari tak masuk dunia maya.

Sudah tau, tak semua yang bersifat praktis itu baik. Tetap saja ada sisi buruknya. Tatkala tersadarkan, hidup itu nyata. Tak baik selamanya berselancar di dunia maya. Tak segalanya bisa diselesaikan di dunia maya. Adakala harus menghadapi dan menyelesaikan di dunia nyata.

Adanya komputer beserta jaringan internetnya memang membuatku benar-benar kecanduan. Sampai-sampai terbesit, ketika harus mengantar barang ke tempat yang agak jauh, berpikir sekiranya makanan, minuman, pakaian, atau barang apapun ini dapat dibuat jadi benda digital sebagaimana foto digital telah dicipta. Lebih parahnya, hingga tak segera menyambut seruan adzan manakala waktu sholat datang. Menyedikitkan waktu untuk tilawah manakala asyik bercengkerama dengan kawan lama di dunia maya. Rasanya ada yang mengganjal di hati ketika modem tertinggal, tapi tiada mengapa ketika sholat terlambat. Tiada sadar menduakan DIA Yang Menciptakan dan Mengasihi..... Astaghfirullah.
Bukankah bisa jadi telah terjangkit syirik.

Syukur alhamdulillah, tatkala hp modem ditemukan orang, kemudian digunakan orang lain. Belajar berpuasa. Tidak mengakses internet beberapa waktu. Berada di depan komputer hanya untuk mengetik hal-hal yang penting dan bermanfaat. Dan mungkin memang obat yang mujarab. Membuatku tiada begitu risau tatkala modem tertinggal di rumah. Malam tak begadang di dunia maya. Seharian tak membuka kunci rumah mayaku.

Komputer, internet....... memang tak sepenuhnya bisa kutinggalkan. Masih kubutuhkan. Untuk mencari bahan, referensi, membuka luas cakrawala pengetahuan. Komunikasi dengan relasi. Banyak hal positif. Namun memang harus digunakan sebagaimana mestinya. Sesuai porsinya. Agar tak lagi merasa gelisah, tak tenang ketika tak bisa mengakses komputer beserta internetnya. Semoga lebih bijak dan arif memanfaatkan sesuatu untuk kemaslahatan.

Minggu, 20 Maret 2011

Agar Tak Sekadar Pintar

Pintar saja tak cukup. Itu menurut saya. Seperti yang telah saya tulis sebelumnya. Lebih beruntung orang yang bisa “memintarkan”, mencerdaskan. Mungkin tak perlu lagi saya tulis di sini kenapa lebih beruntung orang yang bisa mencerdaskan. Agar beruntung, jangan sekadar pintar. Naikkan kualitas diri agar bisa mencetak orang-orang yang cerdas. Bagaimana caranya? Ajarkan kepintaran kita. Dan tak sekadar mengajarkan saja. Asal kita sampaikan. Tentunya agar lebih BERNILAI, orang yang kita ajari harus bisa paham, bisa mengamalkan bahkan bisa terus menularkan. Bagi seorang guru, berusaha agar muridnya paham, bahkan suatu saat bisa menciptakan karya-karya hebat. Disinilah kita perlu strategi yang jitu, agar apa yang kita sampaikan mudah diterima, mudah dipahami oleh murid .

  • Gunakan Bahasa yang Mudah Dipahami

    ”Tidak kami utus seorang rasul kecuali ia harus menjelaskan dengan bahasa kaumnya”(QS.Ibrahim:4)

    Seorang Rosul, yang memiliki sifat fathonah, diperintahkan untuk menyampaikan dengan bahasa kaumnya. Dengan bahasa yang mudah dipahami oleh kaumnya. Kita memang bukan rosul, tapi kita diperintahkan untuk mengikuti Rosulullah bukan?
    Dalam da’wah ada pula kaidah “ berbicaralah dengan bahasa kaummu”
    Sebagai seorang guru (semua orang yang ingin menularkan ilmu), hendaknya menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Mengajar anak-anak seusia SD tentu berbeda dengan mengajar orang dewasa. Selain itu, tiap orang juga berbeda cara dan kemampuan untuk memahaminya. Ketika di suatu kelas, berkumpullah berbagai orang dengan berbagai keadaanya. Maka, kadangkala (sepertinya tidak sekedar kadangkala, tapi sering he he he) kita memperlakukan cara yang berbeda untuk mengajar. Ada yang cepat menangkap apa yang kita maksud hanya dengan sekilas kita menjelaskan. Ada yang mudah memahami manakala kita memberikan analogi atau perumpaan. Ada pula yang harus dengan pelan-pelan, didekati, diberi waktu khusus untuk memahamkan. Maka, kenalilah siapa orang yang kita ajar.
    Mungkin yang kita ajari lebih mudah paham manakala kita sampaikan dengan semangat meledak-ledak. Namun, bisa pula dengan cara yang pelan perlahan-lahan. Tak ada salah, sebagai guru kita terus belajar ilmu komunikasi.


  • Lembutkan Hati

    “Sekiranya engkau bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (Ali ‘Imran:159)


    Tulisan itu ayat dari Al-Qur’an, bukan perkataan saya. Namun kalam dari Pencipta Alam Semesta. Yang Maha Mengetahui akan apa yang Dia cipta.
    Mungkinkah hati yang keras dan kasar mudah menyampaikan ilmunya? Bagaimana bisa, apa yang kita sampaikan didengar, dipahami. Lha wong mereka malah menjauh dari kita. Bukankah Rosulullah SAW telah memberikan contoh, orang yang lembut hati akan mudah berkomunikasi, memahami lawan bicaranya, sekalipun tak menguasai bahasa yang diucapkan. Bukankah anak-anak yang dalam keadaan ceria dan riang akan lebih betah dengan guru yang penyayang? Dan tatkala hati senang, apa yang disampaikan lebih mudah pahami dibandingkan saat hati diliputi ketakutan (karena gurunya seram he he he)?


  • Dekatkan Diri Pada Pemilik Hati

    Rasanya malu sekali tatkala saya ngobrol dengan rekan kuliah malam, seorang Guru yang diamanahi mengajar kelas VI. Banyak sekali kerjaan di sekolah yang beliau lakukan. Apalagi guru kelas VI, membuat beragam media pembelajaran berbasis IT, membuat administrasi sertifikas, tuntutan membuat PTK (Penelitian Tindakan Kelas), dll. Beliau cukupkan diri untuk tidur antara 2-3 jam. Dan dengan entengnya saya komentari “kenapa cuma sebentar pak?”. Beliau menjawab “ Demi anak-anak mbak. Sebagai guru, saya ingin mereka berhasil. Minta sama siapa kalo tidak sama Gusti Allah? Walau di tengah malam, juga akan dilakukan.” Hiksssssssssssss uisin.......... benar-benar malu..... :”>
    Allah Yang Menguasai Hati. Guru tak sekadar mengajar ilmu, tapi juga mendidik. Menasihati anak didik seringkali dibutuhkan. Tepatlah bila mengadu, meminta dibukakan hati agar mudah menerima apa yang kita katakan pada anak didik pada pemilih hati sesungguhnya. Memohonkan kemudahan bagi anak didik kita dalam menuntut ilmu pada Pemilik Hati.
    Seringkali tanpa sadar malah ngomentari si X itu nakale puolllll, si Z ....................
    Astaghfirullah............. kenapa tak mendoakan saja ya. Bukankah da’wah itu tidak pernah dibatasi di dalam masjid. Bukankah di setiap aktivitas dimana kita menyerukan pada kebaikan adalah da’wah? Tak ada salah bahkan memang seharusnya kita memohonkan do’a padaNya untuk kebaikan anak-anak didik kita?
    Mereka tak paham karena mungkin mereka tak mendengar, atau mungkin karena lupa. Mungkin perkataan kita tidak mereka dengar , karena memang tiada berbobot dan tiada berkesan. Berarti bukan kesalahan mereka bukan manakala mereka tak bisa???



Ini hanyalah sekadar corat-coretan cah ngglidig,bukan seorang pakar ahli. Semoga tetap bermanfaat. Tak sekadar untuk guru, dosen yang mengajar di ruangan, tapi untuk siapapun yang ingin berbagi ilmu. Untuk siapapun yang ingin negeri ini maju.Untuk siapapun yang ingin dirinya bermanfaat bagi orang banyak. Untuk siapapun yang tak ingin sekadar pintar, tapi memintarkan, mencerdaskan. Tak sekadar pinter, nanging minterke

Kembali teringat ............
semua orang, guru
semua tempat, sekolah

Kamis, 17 Maret 2011

Pinter, Minteri, Minterke



Bila Anda disuruh memilih ketiga kata di atas, manakah yang akan Anda pilih?
Jadi orang pinter?
Jadi orang yang minteri?
Atau jadi orang yang minterke?
Dalam bahasa Jawa, ketiga kata di atas memiliki satu kesamaan. Yaitu berasal dari satu “tembung lingga” atau kata dasar. Pinter . Pinter artinya pintar. (Mohon maaf, menggunakan bahasa campuran Jawa. Pingin sekaligus mengingatkan kembali betapa bangsa kita kaya bahasa, tak perlu banyak-banyak menyerap bahasa asing ) Sedangkan dalam bahasa Jawa, minteri berarti menggunakan kepintaran, agar mendapat keuntungan dari orang lain. Lalu apa arti minterke? Minterke berarti menjadikan orang lain agar pintar. Menurut saya, dari ketiga kata tersebut memiliki tingkatan nilai. Dan saya rasa, minterke berada pada tingkatan yang paling tinggi. Kenapa? Karena orang yang minterke berarti dia memiliki sumber kekayaan abadi. Dia menjadikan orang lain pintar. Ilmu tak sekadar bermanfaat bagi dirinya sendiri, tapi bermanfaat bagi orang lain, bagi orang banyak. Ilmu yang diberikan tak akan pernah berkurang, namun justru semakin bertambah. Begitu sunnatullohnya. Dan orang yang mendapatkan ilmu darinya (yang dipinterke) juga tidak akan merasa rugi bahkan mendapatkan keuntungan.

Sekarang kita bandingkan dengan orang yang minteri. Orang yang minteri, adalah orang yang memiliki kepinteran, tapi ia memanfaatkan kelemahan orang lain dan mengambil keuntungan dengan kepinterane (baca : kelicikan). Satu untung, satu rugi

Tak semua orang yang pintar minteri, tak setiap orang pinter minterke. Itu pilihan. Mau menjadi orang yang seperti apa. Setiap orang Allah karuniakan akal, pendengaran dan penglihatan. Itu adalah modal baginya untuk menjadi pinter. Ingin berhenti jadi orang pinterkah, atau ingin mengembangkan diri menjadi orang yang minteri? Atau jadi orang pinter yang bisa minterke?

Saya pikir, orang yang pinter tulen, tentu akan memilih menjadi orang yang pinter dan minterke. Karena dengan demikian ilmunya akan terus berkembang. Pahala akan terus mengalir sekalipun sudah mati. Bayangkan seandainya orang yang dipinterke masih melanjutkan minterke orang.........Wuihhhhhhhhh senengnya.....Kalau orang yang minteri mungkin hanya dapat keuntungan sesaat. Tatkala yang dipinteri klenger alias lengah karena diperdaya oleh kepinteran (baca : kelicikan). Dan belum tentu pula strategi minteri-nya berhasil memperdaya orang lain. RUGI!!!!

Saya yakin, orang yang pinter tulen sependapat dengan adanya amal jariyah dari ilmu yang bermanfaat yang ditularkannya. Namun sayangnya, tak semua orang pinter berhasil minterke. Dia pinter, tapi orang yang diajarinya, dididiknya tak jadi pinter, malah jadi klenger juga. Jadi buyer. Kok bisa? Ya bisa. Bukankah kita sering, ya minimal mendengarlah. Cerita tentang guru yang begitu hebatnya menulis beragam buku pelajaran tapi muridnya gak mudeng bila diajar. Malah puyeng. Atau seorang profesor, yang konon lulusan luar negeri tapi dibenci atau tak disukai mahasiwanya. Entah karena banyak istilah asing yang tak mudah dipahami, atau karena cara mengajarnya yang menjemukan dan bikin ngantuk. Kalau kondisinya seperti ini, bagaimana tentang hitung-hitungan amal jariyah? Apakah jadi lahan investasi abadi? Oke-lah kalau kaya bisa nyumbang tanah untuk diwakafkan. Atau punya anak sholeh-sholehah yang mendoakan orang tuanya. Kalau anaknya tidak sholeh? Tidak mendoakan? Tak ada salahnya bukan, bila kita melirik tentang amal yang satu ini untuk jadi lahan investasi abadi? Bila ya, maka kita pun harus pinter pinter minterke orang bukan? Caranya? Boleh nunggu tulisan selanjutnya. Boleh googling. Ini dulu. :D :D :D .................

Minggu, 27 Februari 2011

Prasasti Hutang Budi




Nggonduk. Ada rasa ndongkol di hati. .Kelu di lidah.Semua kata-kata yang santun seolah tersaring,terbendung dalam tenggorokan.Yang lolos saringan justru kata tak santun.Energi yang ada menjadi sebuah energi negatif yang bersatu, kemudian meluap naik ke kepala, menembus ke dalam otak, lalu meluluhlantakan semua tatanan memori tentang kebaikannya.

Akankah semua ingatan tentang kebaikan orang lain kita hapus begitu saja. Hanya karena sepatah kata. Hanya karena hal yang tak menyamankan hati kita? Kala ini ku sadar, tak ingin itu terjadi. Ingin kutulis kebaikan-kebaikan hati. Dari orang tua, saudara, guru, kawan, dan seterusnya. Namun tak akan pernah bisa kutuliskan semuanya. Ada keterbatasan ingatan. Ada ketidakpekaan hati.Ketidaksadaran menerima kebaikan tapi tak merasa.

Mengingat pelajaran sejarah yang pernah didapat. Ada banyak prasasti tentang kebaikan raja yang dipahat di atas batu, menjadi sebuah prasasti. Hingga beratus tahun, bahkan ribuan tahun kemudian masih dikenang. Tapi bila saat ini ingin menulis kebaikan yang didapat dari orang lain, kemudian mengukirnya di atas batu, rasanya kurang efektif dan efisien . He7. Namun yang jelas, terbesit dalam hati. Ingin senantiasa mengingati kebaikan dari orang lain padaku. Dan pastilah, banyak yang belum terbalas. Alias menjadi hutang budi kepada mereka.

Aku bisa membaca dan menulis, atas kebaikan guruku yang mengajariku, mengenalkanku huruf-huruf.Aku bisa berhitung, karena kebaikan guruku yang mengenalkanku angka-angka. Aku bisa membuka luas cakrawala dari dunia maya, karena kebaikan guruku yang mengajariku komputer, mengenalkan tombol enter, hingga internet. Tak hanya satu orang yang mengajariku. Ada banyak. Hingga tak ingat siapa saja yang mengajariku.

Pernah pula ada yang menghibur manakala diri bersedih. Pernah pula ada yang datang menunjukkan manakala tersesat. Pernah pula ada yang mencukupi manakala kekurangan.Dan aku bisa menangis, mengakui sisi kelemahanku. Mengakui masih terselip kebodohan dalam diri, karena ada yang mengajari dan menasehati. Ada hutang budi pada orang lain disini. Dan tulisan inipun tak cukup mewakili banyaknya hutang budi. Tapi setidaknya menjadi pengingat diri. Mengingati banyaknya hutang budi.

Wahai Allah, Dzat Yang Maha Kuasa kami memohon kepadaMu jadikan hati kami senantiasa mengingati kebaikan orang lain pada diri kami. Berusaha membalas kebaikan mereka.Cukupkan lelehan air mata aduan kami kepadaMu, menjadi peluruh amarah kami Dan jangan biarkan ingatan kebaikan orang lain pada diri kami luruh karena amarah ataupun prasangka kami.Duhai Allah Yang Maha Adil, limpahkan kebarokahan dalam hidup, bagi orang-orang yang telah berbuat baik kepada kami
.... Aamiin....


*******************************
“Dan carilah pada apa yang dianugrahkan Allah kepadamu berupa kebahagiaan negeri akhirat, tetapi janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari kenikmatan duniawai, dan berbuatlah baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan dimuka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.QS:28:77
*******************************

Mengeja Kelembutan Hati




Umar bin Khattab : "Kebajikan yang ringan adalah menunjukkan muka berseri-seri dan mengucapkan kata-kata yang lemah lembut."


Ketika siang hari asyik browsing buka kotasantri, ada kutipan itu. Seolah sepele, tapi ternyata tak semudah mengucapkan atau mengetikkan kata-kata itu. Kalau dipikir, senyum kan tinggal menarik otot di sekitar bibir saja kan? Tapi kenapa juga terasa berat dilakukan? Apalagi pada orang yang kita anggap melakukan kesalahan besar pada diri kita. Seolah tak termaafkan. (Memangnya kita tak pernah punya dosa???? Padahal bisa jadi dosa kita lebih besar darinya!!!) Rasanya mungkin berat.

Kelembutan hati, tak sekadar membalas senyum dengan senyum, kebaikan dengan kebaikan. Tapi mampukah kita membalas kedongkolan dengan tetap santun orang yang (menurut kita) membuat dongkol? Tetap santun menjawab dengan kata santun tatkala mendapat tanya?


“Sekiranya engkau bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (Ali ‘Imran:159)

Dapat amanah jadi guru, jadi peluang bagiku untuk belajar. Dari setiap tanya anak didik yang menggelitik, kadang menjengkelkan. Sering timbul jengkel juga. Ketika kemarin pagi melihat seorang muridku kelas 2 menampakkan kesedihan karena merasa lemah, merasa bodoh dan merasa bersalah karena tak bisa menulis. Ughhhhhh rasanya...... ya Allah........ Bagaimana bila aku yang ada pada posisi itu. Merasa lemah dan tak bisa berbuat apa-apa ketika yang lain dengan mudah melakukannya.


Tersadar, tak bisa sembarangan mengeluarkan kemarahan. Tak seharusnya hati ini keras.Seolah tersentak pula, bilamana diri yang diperlakukan keras. Sementara kita berharap mendapatkan tanggapan yang baik dan santun atas setiap tanya kita pada orang lain. Bagaimana bila diri kita yang diacuhkan, atau bahkan keberadaan kita justru tak diharapkan oleh orang lain? Karena diri kita dianggap bikin kejengkelan? Bukankah sakit, menyebalkan?

Teringat ketika Rosulullah memerintahkan kepada sahabat apabila ada orang asing yang datang, maka disuruhlah orang yang paling lembut hatinya untuk menjadi perantara. Agar lebih mudah memahami orang asing tersebut. Tanpa bahasa yang dapat dipahami, tetap bisa memahami orang lain. Kuncinya pada kelembutan hati.

Tutur kata yang lembut, perilaku yang santun, wajah yang berseri-seri menjadi penanda lembutnya hati. Bila Rosulullah mengatakan ini adalah kebajikan yang ringan, mungkinkah kita mampu melakukan kebajikan yang lebih besar, bila ini tak mampu kita lakukan?

Mencoba memahami pelajaran tentang kelembutan hati. Tak semudah ketika belajar membaca susunan dari alphabet yang berderet. Mengeja tiap suku kata, mengucapkan kata demi kata. Tapi yang pasti, harus terus mencoba dan berusaha untuk melembutkan hati kita. Agar dengannya, memudahkan cahaya dari Nya masuk ke dalam hati kita. Menjadi penerang dalam hidup kita.

Ya Allah, sesungguhnya kami memohon dengan nama-nama-Mu yang baik, dan sifat-sifatmu yang tinggi, agar berkenan mengkaruniakan hati-hati yang lembut kepada kami agar (senantiasa) mengingat dan bersyukur kepada-Mu.

Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu hati-hati yang tenang untuk mengingat-Mu.
Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu lisan-lisan yang senantiasa basah menyebut-Mu.
Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu iman yang sempurna, keyakinan yang benar, hati yang khusyuk, ilmu yang bermanfaat, amal shaleh yang diterima di sisi-Mu, wahai Yang Maha Mulia.
Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari fitnah-fitnah yang tampak maupun yang tersembunyi.



NB : Teruntuk siapapun, saudari-saudaraku.... menghaturkan maaf atas segala kekasaran kata dan perilaku :)

Rabu, 23 Februari 2011

Kabudayan Jawa

Iseng-iseng pingin nulis nganggo basa Jawa. Uwis sawetara waktu ora nulis nganggo basa Jawa. Kelinganku nulis karangan nganggo Basa Jawa tahun 2000. Ora krasa wis 11 taun :D
Mbok menawa uwis akeh tembung Jawa kang wis tak lalekke, bisa kanggo ngeling-eling. Ngeling-eling jaman mbiyen nalika isih SD, kerep maca Djaka Lodang, Mekar Sari, Panjebar Semangat. Nanging saiki wis ora tau blasssss. Ora ngerti neng ngendi bisa entuk majalah Basa Jawa kui........

(aduh, dadi lucu....... jebule nganggo mikir, ngeling-eling Basa Jawane)
"Kecemplung" nggone wong-wong kang ngurusi Kearifan Lokal, dadi mekso ndudah kabudayan Jawa, kang akeh sing ora tak mangerteni. Ngurusi pelatihan Batik ndadekke sregep takon Mbah Gugel. Nalika pelatihan batik, aku kejatah ngomongake babagan motif. Maknane motif-motif klasik (opo iki boso Jawa-ne. Sajake "klasik" seko tembung class, basa asing). Ono motif sing jenenge motif tambal. Isine tambal-tambalan maneka motif. Wong Jawa duwe kapercayan, yen wong lara nganggo jarik motif tambal, bakal cepet mari. Yen babagan kaya iki ditularke karo cah-cah saiki bakal disaut, kui syirik kui. Ananging aku nembe mangerteni yen sing dikarepake kui dudu mergo jarike sing marai cepet mari saka lelaran. Wong Jawa jaman mbiyen sajake seneng pitutur ora nganggo basa langsung. Motif tambal kui disusun saka maneka motif, saenggo katon dadi motif kang anyar. Pituture, wong kang nembe lara bisaa duwe ati kang ora nglokro. Yen wong saiki ngomonge "duwe semangat baru". Kasunyatan, ing ilmu psikologi babagan kaya ngene iki duweni dampak (apa iki basa Jawa asline dampak-red)tumpraping wong kang nandang lelara. Wong kang duwe pangarep-arep gede pingin mari, bakal luwih cepet mari katimbang wong kang nglokro.

Mbok menawa akeh pitutur Jawa kang ora langsung. Bocah enom jaman saiki (kalebu awakku dewe he he he ) akeh kang nolak mentah-mentah amarga nganggep ketinggalan jaman, ora masuk akal. Sing sepuh mbok menawa ora njlentrehake asal-usule. Bisa-bisa kabudayan Jawa bakal angslup, ilang. Mula, dibutuhake piwulange sesepuh.

Alhamdulillah, cilikanku kemlinthi, wani takon, lan wong tuwaku gelem nuturi. Aku isih kelingan nalika isih cilik, yen ndodok, lungguh neng ngarep lawang, Bapak utawa Simbok alok. Ora lingguh neng ngarep lawang. Aku banjur wangsulan . Lha ngapa? Bapak utawa Simbok njawab, "Ora Ilok" . Aku isih takon maneh. Ora ilok ki opo? Untunge Bapak Simbok ora njawab. Pokoke "ora ilok". Ananging njlentrehke. Ora ilok iku ora wangun. Lawang iku kanggo dalan wira-wiri. Kerep dinggo liwat. Yen lungguh ing tengahe bakal ngganggu wong kang liwat. ....

(disambung liya wektu :D),
anggone nulis mung manfaatke nunggu wektu kuliah mlebu :D

Minggu, 20 Februari 2011

Di Penghujung Akhir Seperempat Abad

Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan nikmat yang tiada tara.
Yang telah mengajarkan banyak hal kepadaku.
Melindungi, melimpahkan kasih sayang kepadaku....


Menengok setahun yang lalu. Betapa besar karunia yang Allah berikan.
Setiap pemberianNya adalah karunia yang patut disyukuri. Namun seringkali karena kebodohan, menganggapnya sebagai ketidakadilanNya. Kejutan-kejutan yang menghantarkan pada rasa bahagia. Yang membuka pada ilmu yang selama ini masih tersingkap. Bukan untuk nostalgia. Tapi agar diri senantiasa mensyukuri setiap pemberianNya. Apapun itu. Belajar mencoba memandangnya dari sudut syukur.

Di awal bulan di tahun lalu, pernah mewek. Eh, baru sadar. Alhamdulillah saya orang yang bisa mewek juga. Tidak semua orang bisa mewek. Harus disyukuri juga ini. Alhamdulillah pula. Tak setiap detik meweknya. Di waktu tertentu saja meweknya. Di saat harus cuap-cuap di depan anak-anak ataupun di saat harus jadi trainer “jadi-jadian” alhamdulillah tidak mewek. Baru sadar juga, kalau saya orang yang “kemlinthi”. (susah cari bahasa Indonesianya-red). PD-PD-nya tanya no hp orang yang baru dikenal. Gak tau juga kalo yang ditanya fasilitator tingkat nasional :”> . Alhamdulillah dulu gak tau :D .

Di seperempat abad usiaku, diajari kesungguhan hati akan merubah keadaan menjadi kebaikan. Tapi menyadari, bukan semata karena kesungguhan hati berharap kebaikan. Tapi atas rahmat Illahi.

Di seperempat abad usiaku, bisa ngglidig ke Bumi Pengambangan Insani di Bogor , menapakkan kaki di Senayan. Berharap semoga kelak dapat menapakkan kaki di belahan bumi yang lain. (Karena perintahnya tak sekadar betebaran di Bantul, Jogja, Jakarta, Indonesia, tapi di muka bumi. :) Beragam kejutan dariNya.

Di seperempat abad usiaku pula, baru sadar............ ada banyak amanah yang diemban. Bukan semata karena kita kuat menunaikan. Tapi karena Allah hendak membelajarkan. Menatap wajah yang menahan perih luka. Belajar tentang makna percaya pada saudara. Belajar tentang makna empati dan berbagi. Belajar mendengar dari suara hati. Belajar memilah antara keinginan dengan kebaikan.

Satu persatu amanah tertunaikan. Semua atas Kemahakuasaan Allah. Seperempat abad usiaku, ditutup dengan kebahagiaan saudariku tercinta Dee Choosey dan Masaru Edogawa  . Semoga menjadi keluarga sakinah mawaddah warohmah .

Alhamdulillah tak akan pernah cukup menebus nikmat yang Allah berikan. Belajar sepanjang hayat. Mungkin disinilah aku mulai memahaminya. Bukan karena diri sudah pintar lantas dipercaya mengajar, tapi untuk terus belajar. Bukan karena cerdik diri ini dipercaya mendidik, tapi agar diri menjadi lebih baik.

Wahai Allah Yang Maha Berkehendak dan Maha Kuasa, kami memohon kepadaMu, condongkanlah hati kami pada apa yang menjadi RidhoMu, bukan pada apa yang menjadi keinginan dan kesenangan kami. Lapangkan hati kami atas segala kehendak dan ketetapan yang Engkau berikan pada kami. Dan jadikan kami bersyukur atas setiap pemberianMu.
Wahai Allah Yang Maha Pengampun, ampunilah kami. Atas ketidaksyukuran kami...
Atas kebodohan kami. Atas kesombongan kami, atas segala kesalahan kami. Aamiin