This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 27 Februari 2011

Prasasti Hutang Budi




Nggonduk. Ada rasa ndongkol di hati. .Kelu di lidah.Semua kata-kata yang santun seolah tersaring,terbendung dalam tenggorokan.Yang lolos saringan justru kata tak santun.Energi yang ada menjadi sebuah energi negatif yang bersatu, kemudian meluap naik ke kepala, menembus ke dalam otak, lalu meluluhlantakan semua tatanan memori tentang kebaikannya.

Akankah semua ingatan tentang kebaikan orang lain kita hapus begitu saja. Hanya karena sepatah kata. Hanya karena hal yang tak menyamankan hati kita? Kala ini ku sadar, tak ingin itu terjadi. Ingin kutulis kebaikan-kebaikan hati. Dari orang tua, saudara, guru, kawan, dan seterusnya. Namun tak akan pernah bisa kutuliskan semuanya. Ada keterbatasan ingatan. Ada ketidakpekaan hati.Ketidaksadaran menerima kebaikan tapi tak merasa.

Mengingat pelajaran sejarah yang pernah didapat. Ada banyak prasasti tentang kebaikan raja yang dipahat di atas batu, menjadi sebuah prasasti. Hingga beratus tahun, bahkan ribuan tahun kemudian masih dikenang. Tapi bila saat ini ingin menulis kebaikan yang didapat dari orang lain, kemudian mengukirnya di atas batu, rasanya kurang efektif dan efisien . He7. Namun yang jelas, terbesit dalam hati. Ingin senantiasa mengingati kebaikan dari orang lain padaku. Dan pastilah, banyak yang belum terbalas. Alias menjadi hutang budi kepada mereka.

Aku bisa membaca dan menulis, atas kebaikan guruku yang mengajariku, mengenalkanku huruf-huruf.Aku bisa berhitung, karena kebaikan guruku yang mengenalkanku angka-angka. Aku bisa membuka luas cakrawala dari dunia maya, karena kebaikan guruku yang mengajariku komputer, mengenalkan tombol enter, hingga internet. Tak hanya satu orang yang mengajariku. Ada banyak. Hingga tak ingat siapa saja yang mengajariku.

Pernah pula ada yang menghibur manakala diri bersedih. Pernah pula ada yang datang menunjukkan manakala tersesat. Pernah pula ada yang mencukupi manakala kekurangan.Dan aku bisa menangis, mengakui sisi kelemahanku. Mengakui masih terselip kebodohan dalam diri, karena ada yang mengajari dan menasehati. Ada hutang budi pada orang lain disini. Dan tulisan inipun tak cukup mewakili banyaknya hutang budi. Tapi setidaknya menjadi pengingat diri. Mengingati banyaknya hutang budi.

Wahai Allah, Dzat Yang Maha Kuasa kami memohon kepadaMu jadikan hati kami senantiasa mengingati kebaikan orang lain pada diri kami. Berusaha membalas kebaikan mereka.Cukupkan lelehan air mata aduan kami kepadaMu, menjadi peluruh amarah kami Dan jangan biarkan ingatan kebaikan orang lain pada diri kami luruh karena amarah ataupun prasangka kami.Duhai Allah Yang Maha Adil, limpahkan kebarokahan dalam hidup, bagi orang-orang yang telah berbuat baik kepada kami
.... Aamiin....


*******************************
“Dan carilah pada apa yang dianugrahkan Allah kepadamu berupa kebahagiaan negeri akhirat, tetapi janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari kenikmatan duniawai, dan berbuatlah baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan dimuka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.QS:28:77
*******************************

Mengeja Kelembutan Hati




Umar bin Khattab : "Kebajikan yang ringan adalah menunjukkan muka berseri-seri dan mengucapkan kata-kata yang lemah lembut."


Ketika siang hari asyik browsing buka kotasantri, ada kutipan itu. Seolah sepele, tapi ternyata tak semudah mengucapkan atau mengetikkan kata-kata itu. Kalau dipikir, senyum kan tinggal menarik otot di sekitar bibir saja kan? Tapi kenapa juga terasa berat dilakukan? Apalagi pada orang yang kita anggap melakukan kesalahan besar pada diri kita. Seolah tak termaafkan. (Memangnya kita tak pernah punya dosa???? Padahal bisa jadi dosa kita lebih besar darinya!!!) Rasanya mungkin berat.

Kelembutan hati, tak sekadar membalas senyum dengan senyum, kebaikan dengan kebaikan. Tapi mampukah kita membalas kedongkolan dengan tetap santun orang yang (menurut kita) membuat dongkol? Tetap santun menjawab dengan kata santun tatkala mendapat tanya?


“Sekiranya engkau bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (Ali ‘Imran:159)

Dapat amanah jadi guru, jadi peluang bagiku untuk belajar. Dari setiap tanya anak didik yang menggelitik, kadang menjengkelkan. Sering timbul jengkel juga. Ketika kemarin pagi melihat seorang muridku kelas 2 menampakkan kesedihan karena merasa lemah, merasa bodoh dan merasa bersalah karena tak bisa menulis. Ughhhhhh rasanya...... ya Allah........ Bagaimana bila aku yang ada pada posisi itu. Merasa lemah dan tak bisa berbuat apa-apa ketika yang lain dengan mudah melakukannya.


Tersadar, tak bisa sembarangan mengeluarkan kemarahan. Tak seharusnya hati ini keras.Seolah tersentak pula, bilamana diri yang diperlakukan keras. Sementara kita berharap mendapatkan tanggapan yang baik dan santun atas setiap tanya kita pada orang lain. Bagaimana bila diri kita yang diacuhkan, atau bahkan keberadaan kita justru tak diharapkan oleh orang lain? Karena diri kita dianggap bikin kejengkelan? Bukankah sakit, menyebalkan?

Teringat ketika Rosulullah memerintahkan kepada sahabat apabila ada orang asing yang datang, maka disuruhlah orang yang paling lembut hatinya untuk menjadi perantara. Agar lebih mudah memahami orang asing tersebut. Tanpa bahasa yang dapat dipahami, tetap bisa memahami orang lain. Kuncinya pada kelembutan hati.

Tutur kata yang lembut, perilaku yang santun, wajah yang berseri-seri menjadi penanda lembutnya hati. Bila Rosulullah mengatakan ini adalah kebajikan yang ringan, mungkinkah kita mampu melakukan kebajikan yang lebih besar, bila ini tak mampu kita lakukan?

Mencoba memahami pelajaran tentang kelembutan hati. Tak semudah ketika belajar membaca susunan dari alphabet yang berderet. Mengeja tiap suku kata, mengucapkan kata demi kata. Tapi yang pasti, harus terus mencoba dan berusaha untuk melembutkan hati kita. Agar dengannya, memudahkan cahaya dari Nya masuk ke dalam hati kita. Menjadi penerang dalam hidup kita.

Ya Allah, sesungguhnya kami memohon dengan nama-nama-Mu yang baik, dan sifat-sifatmu yang tinggi, agar berkenan mengkaruniakan hati-hati yang lembut kepada kami agar (senantiasa) mengingat dan bersyukur kepada-Mu.

Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu hati-hati yang tenang untuk mengingat-Mu.
Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu lisan-lisan yang senantiasa basah menyebut-Mu.
Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu iman yang sempurna, keyakinan yang benar, hati yang khusyuk, ilmu yang bermanfaat, amal shaleh yang diterima di sisi-Mu, wahai Yang Maha Mulia.
Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari fitnah-fitnah yang tampak maupun yang tersembunyi.



NB : Teruntuk siapapun, saudari-saudaraku.... menghaturkan maaf atas segala kekasaran kata dan perilaku :)

Rabu, 23 Februari 2011

Kabudayan Jawa

Iseng-iseng pingin nulis nganggo basa Jawa. Uwis sawetara waktu ora nulis nganggo basa Jawa. Kelinganku nulis karangan nganggo Basa Jawa tahun 2000. Ora krasa wis 11 taun :D
Mbok menawa uwis akeh tembung Jawa kang wis tak lalekke, bisa kanggo ngeling-eling. Ngeling-eling jaman mbiyen nalika isih SD, kerep maca Djaka Lodang, Mekar Sari, Panjebar Semangat. Nanging saiki wis ora tau blasssss. Ora ngerti neng ngendi bisa entuk majalah Basa Jawa kui........

(aduh, dadi lucu....... jebule nganggo mikir, ngeling-eling Basa Jawane)
"Kecemplung" nggone wong-wong kang ngurusi Kearifan Lokal, dadi mekso ndudah kabudayan Jawa, kang akeh sing ora tak mangerteni. Ngurusi pelatihan Batik ndadekke sregep takon Mbah Gugel. Nalika pelatihan batik, aku kejatah ngomongake babagan motif. Maknane motif-motif klasik (opo iki boso Jawa-ne. Sajake "klasik" seko tembung class, basa asing). Ono motif sing jenenge motif tambal. Isine tambal-tambalan maneka motif. Wong Jawa duwe kapercayan, yen wong lara nganggo jarik motif tambal, bakal cepet mari. Yen babagan kaya iki ditularke karo cah-cah saiki bakal disaut, kui syirik kui. Ananging aku nembe mangerteni yen sing dikarepake kui dudu mergo jarike sing marai cepet mari saka lelaran. Wong Jawa jaman mbiyen sajake seneng pitutur ora nganggo basa langsung. Motif tambal kui disusun saka maneka motif, saenggo katon dadi motif kang anyar. Pituture, wong kang nembe lara bisaa duwe ati kang ora nglokro. Yen wong saiki ngomonge "duwe semangat baru". Kasunyatan, ing ilmu psikologi babagan kaya ngene iki duweni dampak (apa iki basa Jawa asline dampak-red)tumpraping wong kang nandang lelara. Wong kang duwe pangarep-arep gede pingin mari, bakal luwih cepet mari katimbang wong kang nglokro.

Mbok menawa akeh pitutur Jawa kang ora langsung. Bocah enom jaman saiki (kalebu awakku dewe he he he ) akeh kang nolak mentah-mentah amarga nganggep ketinggalan jaman, ora masuk akal. Sing sepuh mbok menawa ora njlentrehake asal-usule. Bisa-bisa kabudayan Jawa bakal angslup, ilang. Mula, dibutuhake piwulange sesepuh.

Alhamdulillah, cilikanku kemlinthi, wani takon, lan wong tuwaku gelem nuturi. Aku isih kelingan nalika isih cilik, yen ndodok, lungguh neng ngarep lawang, Bapak utawa Simbok alok. Ora lingguh neng ngarep lawang. Aku banjur wangsulan . Lha ngapa? Bapak utawa Simbok njawab, "Ora Ilok" . Aku isih takon maneh. Ora ilok ki opo? Untunge Bapak Simbok ora njawab. Pokoke "ora ilok". Ananging njlentrehke. Ora ilok iku ora wangun. Lawang iku kanggo dalan wira-wiri. Kerep dinggo liwat. Yen lungguh ing tengahe bakal ngganggu wong kang liwat. ....

(disambung liya wektu :D),
anggone nulis mung manfaatke nunggu wektu kuliah mlebu :D

Minggu, 20 Februari 2011

Di Penghujung Akhir Seperempat Abad

Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan nikmat yang tiada tara.
Yang telah mengajarkan banyak hal kepadaku.
Melindungi, melimpahkan kasih sayang kepadaku....


Menengok setahun yang lalu. Betapa besar karunia yang Allah berikan.
Setiap pemberianNya adalah karunia yang patut disyukuri. Namun seringkali karena kebodohan, menganggapnya sebagai ketidakadilanNya. Kejutan-kejutan yang menghantarkan pada rasa bahagia. Yang membuka pada ilmu yang selama ini masih tersingkap. Bukan untuk nostalgia. Tapi agar diri senantiasa mensyukuri setiap pemberianNya. Apapun itu. Belajar mencoba memandangnya dari sudut syukur.

Di awal bulan di tahun lalu, pernah mewek. Eh, baru sadar. Alhamdulillah saya orang yang bisa mewek juga. Tidak semua orang bisa mewek. Harus disyukuri juga ini. Alhamdulillah pula. Tak setiap detik meweknya. Di waktu tertentu saja meweknya. Di saat harus cuap-cuap di depan anak-anak ataupun di saat harus jadi trainer “jadi-jadian” alhamdulillah tidak mewek. Baru sadar juga, kalau saya orang yang “kemlinthi”. (susah cari bahasa Indonesianya-red). PD-PD-nya tanya no hp orang yang baru dikenal. Gak tau juga kalo yang ditanya fasilitator tingkat nasional :”> . Alhamdulillah dulu gak tau :D .

Di seperempat abad usiaku, diajari kesungguhan hati akan merubah keadaan menjadi kebaikan. Tapi menyadari, bukan semata karena kesungguhan hati berharap kebaikan. Tapi atas rahmat Illahi.

Di seperempat abad usiaku, bisa ngglidig ke Bumi Pengambangan Insani di Bogor , menapakkan kaki di Senayan. Berharap semoga kelak dapat menapakkan kaki di belahan bumi yang lain. (Karena perintahnya tak sekadar betebaran di Bantul, Jogja, Jakarta, Indonesia, tapi di muka bumi. :) Beragam kejutan dariNya.

Di seperempat abad usiaku pula, baru sadar............ ada banyak amanah yang diemban. Bukan semata karena kita kuat menunaikan. Tapi karena Allah hendak membelajarkan. Menatap wajah yang menahan perih luka. Belajar tentang makna percaya pada saudara. Belajar tentang makna empati dan berbagi. Belajar mendengar dari suara hati. Belajar memilah antara keinginan dengan kebaikan.

Satu persatu amanah tertunaikan. Semua atas Kemahakuasaan Allah. Seperempat abad usiaku, ditutup dengan kebahagiaan saudariku tercinta Dee Choosey dan Masaru Edogawa  . Semoga menjadi keluarga sakinah mawaddah warohmah .

Alhamdulillah tak akan pernah cukup menebus nikmat yang Allah berikan. Belajar sepanjang hayat. Mungkin disinilah aku mulai memahaminya. Bukan karena diri sudah pintar lantas dipercaya mengajar, tapi untuk terus belajar. Bukan karena cerdik diri ini dipercaya mendidik, tapi agar diri menjadi lebih baik.

Wahai Allah Yang Maha Berkehendak dan Maha Kuasa, kami memohon kepadaMu, condongkanlah hati kami pada apa yang menjadi RidhoMu, bukan pada apa yang menjadi keinginan dan kesenangan kami. Lapangkan hati kami atas segala kehendak dan ketetapan yang Engkau berikan pada kami. Dan jadikan kami bersyukur atas setiap pemberianMu.
Wahai Allah Yang Maha Pengampun, ampunilah kami. Atas ketidaksyukuran kami...
Atas kebodohan kami. Atas kesombongan kami, atas segala kesalahan kami. Aamiin