This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 23 Desember 2010

Bila Anugrah Terindah = Khitbah dan Nikah

Tumben kali ini ingin menulis tema macam ini. He7.
Beberapa hari terakhir ini lagi sering bersinggungan dengan tema ini. Awalnya iseng nulis tema ini, karena beberapa teman sering nodong dengan pertanyaan, “Eh, Purna mau nikah ya?”
Kujawab, “Iya. Insya Allah. Lha wong sunnah kok”.
Aneh, ini teman-teman lama yang jarang ketemu saja bisa komentar begini. Bahkan sampai ada yang sms berkali-kali. Hmmmmmm. Ada yang tanya kalo mengadakan agenda tanggal X di bulan Y, purna bisa tidak, sepertinya kan ada anggota tim putri ada yang punya hajat (ngarah ke saya). Wedewwwwww
Setelah saya runtut, rupanya mereka berkesimpulan demikian ada yang karena curiga dengan status di facebook atau di yahoo, atau ada pula yang berkata, karena saya ceria terus.
Saya copaskan saja contohnya

CahayaMu indah, menyinari hidupku ini.
Dengan cahayaMu, terang pelita di hatiku
Kurasa indah, di dalam rahmatMu ....... ^_^
Alhamdulillah , Alhamdulillah Alhamdulillah Alhamdulillah Alhamdulillah
Whats in front of your eyes
The biggest miracle of life..... ^_^
_____________________________________
Let it take us by surprise , alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah :)


Senyum senyum sajalah, eh nawan tertawa. Bagaimana tidak, rupanya banyak kawan yang salah menafsirkan status. Dalam hati berkata, wah betapa sempitnya menafsirkan kebahagiaan. Apakah hanya karena mau menikah saja seseorang itu bahagia. Apakah hanya karena sudah dikhitbah saja seseorang itu ceria. Dan apakah karunia terindah itu adalah khitbah kemudian nikah? Kenapa banyak kawan yang secara tak sadar menafsirkan begitu?

Adanya celotehan dari kawan-kawan itu pun membuat saya evaluasi diri juga. Mengingatkan kembali. Sungguh ada banyak karunia yang Allah berikan pada kita, yang seharusnya menjadikan kita bahagia, menjadikan kita ceria.

Akan ada banyak alasan kenapa kita bisa bahagia, kenapa kita bisa ceria.
Kita bisa bahagia pun bukan karena segala hal yang kita inginkan selalu terpenuhi. Tapi cukup Allah menjadikan hati legowo itu juga menjadi sumber kebahagian. Ketika Allah selipkan rasa syukur pada kita, menjauhkan dari putus asa, itu juga jadi sumber bahagia.
Ketika Allah ingatkan kita, bahwa Allah menjamin rezeki untuk kita selama kita hidup, lalu kita tak lagi ada rasa khawatir dalam hati dan hati kita menjadi tenang, itu juga bisa menjadi sumber kebahagiaan.
Ketika Allah mengkaruniakan punya banyak teman, punya banyak saudara, yang senang berbagi dan mengingatkan dalam kebenaran, itu juga jadi sumber bahagia.
Ketika Allah mengangkat rasa sedih kemudian mengabulkan do’a-do’a kita, itu juga bisa jadi sumber bahagia.
Sungguh ada banyak sumber kebahagiaan bagi kita. Namun tak akan dapat kita rasakan, bila kita nafikkan ketiadaan Yang Maha Kuasa, yang telah banyak melimpahkan karunia untuk kita.
Semakin mengenal Allah, bahwa Dia Maha Kuasa, Dia Maha Penyayang, Dia Maha Pemurah, Dia Maha Adil, Dia Maha Kaya dan dengan segala sifat-sifatNya Yang Agung, menjadikan hati lapang tiada bersempit............... sungguh karunia yang tiada tara.
Sebab seberapa banyaknya karunia yang Allah berikan, bisa jadi tak membuat bahagia, sebab ketiadasadaran akan sumbernya. Ketiadasadaran akan rasa syukur.
Saya belajar dari beberapa kawan yang curhat pada saya. Ada yang sudah khitbah, tinggal beberapa hari jelang pernikahan. Katering dan sebagainya sudah siap dipesan. Tapi ternyata tak jadi menikah. Ada pula yang tiba-tiba sms pada saya nangis. Menuliskan puisi sedihnya karena patah hati. Eh maaf, apa ya semoga gak patah hatinya. He7.
Saya senyum-senyum terheran juga. Ini akhir tahun 2010 penuh dengan sms dan curhatan tentang perasaan orang. Bersyukur pula, saya diajari Allah dari pengalaman orang lain tentang legowo dan sumeleh. Tak perlu takut akan masa depan, tak perlu khawatir akan rizki. Tak perlu ketakutan tanpa alasan. Sebab ada Allah Yang Maha Kuasa segalanya.
Mungkin tulisan ini diprotes. Kenapa isinya tidak bercerita tentang indahnya khitbah atau nikah? Ya karena memang tujuan tulisan ini mengingatkan. Bahwa belum tentu yang menjadi angugrah teirindah itu adalah khitbah atau nikah. Kenyataannya malah salah satu kawan saya bahagia sekali tatkala pernikahannya yang tinggal beberapa hari lagi batal. Padahal info sudah menyebar. Namun kulihat ketegaran dan justru pancaran keceriaan dari hatinya.
Bila menikah atau khitbah adalah anugrah terindah, dimana posisi iman sebagai karunia yang paling agung? Yang menjadikannya landasan syukur atas berbagai karunia itu. Anugrah terindah dalam hidup ini adalah manakala Allah Yang Maha Kuasa tetap menyayangi kita dengan karunia iman. Dengannya Allah lindungi kita.
Wallahu a’lam.

Rabu, 01 Desember 2010

Pelangi Guru Indonesia



By: Amru Asykari

ada guru anyar
mengajar malu lugu tersipu

ada guru bayar
mau kerja jika ada uang berlembar

ada guru nyasar
lulusan Agama olah raga yang diajar

Ada guru sodagar
sambil ngajar jual batik, tupperware, pulsa, jilbab 3 kali bayar..

Ada guru gusar
cuma mutar-mutar kerjaan gak kelar..

ada guru sangar
senengnya plak buk aww nampar !

Ada guru gempar
gemar lempar isu mengeluh selangit menggelegar

Ada guru kurang ajar
palsukan ijazaah jadi joki UN korupsi huh dasar

ada guru sabar
bertahun tahun gak naik pangkat
hingga ubanan tetap semaaaangat

Ada guru tegar
rela mengajar di desa terpencil
meski gajinya sangat kecil

Ada guru sadar
guru itu pilihan
not mainan or sambilan

ada guru pintar
mencetak siswa berprestasi bermoral tinggi

Ada guru benar
ia sadar ia pintar ia sabar, ia tegar
ia adalah pijar
siswa berbinar
sekolah bersinar
negeri jadi besar

Senayan, 25 November 2010
Tiga puisi yang dibawakan Triple "A"
Guru Kreatif Pendidikan Berkualitas

Indonesia di Waktu Petang

By: Amru Asykari

pukul 3 petang di sudut kemang
siswa jual tantang terjang menghunus klewang
garang darrrrah menggenang

Di pasar pedagang berbuat curang
potong takaran kurang segantang

Di kantor pegawai fesbukan kian meradang
update status colek teman clbk mengembang

di ujung jalan guru honorer berbaris panjang
menanti kepastian yang tak kunjung datang

di rumah rakyat sekelompok orang duduk tenang
tak peduli rakyat mengerang
lapar perih kering kerontang..
bisanya ngomong doang

di stadion kita jarang menang
sering jadi pecundang
beraninya jago kandang
woi maen bola apa maen silat bang!

Di keluarga banyak piring terbang
suami istri terus perang
anak anak susah dilarang

apa benar bangsa ini bangsa terpandang
ramah baik hati senyum mengembang

bagaimana dengan bayi yang dibuang
bagaimana dengan nyawa yang mudah melayang
hanya karna sejumput uang
bagaimana rasa nasionalisme yang kian hilang
bagaimana dgn rasa malu yang terbang

tidakkkkk adikku sayang
masih ada kami di sini generasi Ki hajar terus menerjang
tak henti asa berjuang
kokoh tegar bak karang
mengajar mendidik dengan hati dan kasih sayang
meski harus arungi laut membentang
meski luka duka bersilang
kami tetap tak terguncang

wujudkan cita negeri gemilang

Senayan, 25 November 2010

Indonesia di Waktu Pagi

by : Amru Asykari

Ada isak jerit luka nestapa di Merapi

Ada Mentawai digerus tsunami

Ada Sumiati yang digunting bibirnya di arab saudi

Ada 2 pemuda gontok-gontokan berebut daging sapi

Ada terdakwa gayus (diduga gayus) seliweran di bali (penjara jadi agen travel agency)

Ada korupsi dari anak orok hingga nini nini (ada juga yang berdasi berseragam warna-warni)

Ada anang bubaran (lagi) dengan Syahrini

Ada banyak rakyat banyak tak percaya pada wakil dan pemimpinnya lagi

Ada hujat umpat lidah bersilat hiasan sehari-hari

Ada persekongkolan mafia di sana sini

Adaaaa guru tak peduli siswa sendiri

sibuk ke sana ke mari mengejar sertifikasi

Ada kepala sekolah yang sibuk soal komisi

lupa tanggungjawab tak punya visi

ada birokrat jual aset negeri

Krakatau indosat rumah sakit entah apa lagi

Ada dan ada tamparan –tamparan bagi negeri ini bertubi-tubi

Oh seakan bencana tak pernah enyah dari negeri ini

Oh seakan mati hati nurani

Oh seakan keadilan sudah mati suri

Oh seakan Tuhan tak cinta lagi

Astagfirullah Ampuni kami ya Robbi



Senayan, 25 November 2010

Rabu, 15 September 2010

Apa Yang Membuatmu Risau?

Apa yang membuatmu risau?

bukankah apa yang kau hadapi kemarin, saat ini dan masa depan telah tertulis

engkau jalani saja peranmu

rizki jg telah dijamin oleh RabbMu selama engkau diberi hidup. Tak mungkin Allah beri hidup tanpa beri rezeki.


Kenapa merasa Dia tak sayang

ketika apa yang engkau cintai diambil . Padahal itu milikNya

Bukankah ketika kau lepaskan dengan mengharap ridhoNya, pun akan diganti dengan yang lebih bagus



Kenapa engkau harus merasa sedih tatkala manusia yang kau anggap teman telah pergi

Bukankah Dia tak pergi meninggalkanmu. Bahkan Dia tetap memberikan nikmat untukmu meski kau tak berterima kasih


Kenapa engkau kecewa tatkala apa yang menjadi keinginanmu tak terwujud?

Bukankah apa yang diberikan tak sekedar apa yang kau inginkan. Tapi yang justru engkau butuhkan. Bahkan apa yang tidak pernah kau minta namun kau butuhkan, namun tak kausadari. Dia berikan.


Setiap kesulitan yang diberikan pasti dibersamai dengan kemudahan. Andaikata kesulitan itu bisa ditimbang. Mustahil kesulitan itu lebih berat dari kemudahan. Bukankah Dia menciptakan dengan keseimbangan. Dialah Yang Maha Adil


menangislah sekehendakmu padaNya

menangis bukanlah cengeng

cengeng tatkala engkau diam dan menyerah pada keadaan yang menghimpitmu


Allah Maha Pengasih, Allah Maha Penyayang, Allah Yang Maha Pencipta, Allah Maha Kuasa, Allah Maha Berkehendak, Allah Maha Kaya, Allah Maha Tahu, Allah Maha Melihat, Allah Maha Mendengar, Allah Maha Adil, Allah, tempat bergantung semua makhluk kepadaNya.

Ya Allah, kami mohon perlindaungan kepadaMu, dari syirik yang kami sadari, maupun tiada kami sadari... Aamiin


Tulisan ini kutujukan untuk orang-orang yang kukasihi. Termasuk pengingat untuk diri sendiri
^_^

Jumat, 03 September 2010

Janganlah Hatimu Menciptakan Jarak

Seorang murid bertanya pada Ustadz yang bijak "Mengapa ketika seseorang sedang dalam keadaan marah, biasanya berbicara dengan suara keras bahkan berteriak? "

Ustadz itu tersenyum " Adakah yang bisa menjawab pertanyaan teman kalian ini " Sang Guru menguji kebijakan murid-muridnya.

Seorang murid setelah berpikir cukup lama mengangkat tangan dan menjawab;"Karena ia telah kehilangan kesabaran, karena itu ia berteriak."

" Hmm, Padahal lawan bicaranya justru berada dekat disampingnya. Mengapa harus berteriak? Apakah ia tak dapat berbicara secara halus?" Pancing Sang Ustadz

Semua murid memberikan sejumlah alasan yang dikira benar menurut pertimbangan mereka. Namun tak satupun jawaban yang memuaskan.

Sang Ustadz lalu berkata; "Ketika dua orang sedang berada dalam situasi kemarahan, jarak antara ke dua hati mereka menjadi amat jauh walau secara fisik mereka begitu dekat. Karena itu, untuk mencapai jarak yang demikian, mereka harus berteriak.

Namun anehnya, semakin keras mereka berteriak, semakin pula mereka menjadi marah dan dengan sendirinya jarak hati yang ada di antara keduanya pun menjadi lebih jauh lagi. Karena itu mereka terpaksa berteriak lebih keras lagi."

Sang guru masih melanjutkan; "Sebaliknya, apa yang terjadi ketika dua orang saling jatuh cinta? Mereka tak hanya tidak berteriak, namun ketika mereka berbicara suara yang keluar dari mulut mereka begitu halus dan kecil. Sehalus apapun, keduanya bisa mendengarkannya dengan begitu jelas."

"Mengapa demikian?" Sang Ustadz bertanya sambil memperhatikan para muridnya. Mereka terdiam, tak satupun berani memberikan jawaban.

"Karena hati mereka begitu dekat, hati mereka tak berjarak. Pada akhirnya sepatah katapun tak perlu diucapkan. Sebuah pandangan mata saja amatlah cukup membuat mereka memahami apa yang ingin mereka sampaikan."

Sang Ustadz menutup dengan sebuah nasehat :
"Ketika kalian sedang dilanda kemarahan, janganlah hatimu menciptakan jarak. Apalagi mengucapkan kata yang mendatangkan jarak di antara kamu.

Mungkin di saat seperti itu, tak mengucapkan kata-kata mungkin merupakan cara yang bijaksana. Karena waktu akan membantu Kalian."

oOo

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” [Ali ‘Imran:159]

Orang kuat itu bukanlah orang yang menang bergulat, tetapi orang kuat ialah orang yang dapat menahan dirinya ketika marah.” ( HR Buhkori )

Bila seorang dari kamu sedang marah hendaklah diam. (HR. Ahmad)

Apabila ada orang yang mencaci-maki kamu tentang apa yang dia ketahui pada dirimu, janganlah kamu balas mencaci-maki dia tentang apa yang kamu ketahui tentang dirinya.Karena pahalanya untuk kamu dan kecelakaan untuk dia. (HR. Ad-Dailami)

"Rasa marah itu bagian dari tabi’at manusia yang pasti ada. Akan tetapi kuasailah dirimu ketika muncul rasa marah. Supaya kemarahanmu itu tidak menimbulkan dampak yang tidak baik. Sesungguhnya kemarahan adalah bara api yang dilemparkan oleh syaithan ke dalam lubuk hati bani Adam. Oleh sebab itulah anda bisa melihat kalau orang sedang marah maka kedua matanya pun menjadi merah dan urat lehernya menonjol dan menegang. Bahkan terkadang rambutnya ikut rontok dan berjatuhan akibat luapan marah. Dan berbagai hal lain yang tidak terpuji timbul di belakangnya. Sehingga terkadang pelakunya merasa sangat menyesal atas perbuatan yang telah dia lakukan”. ( Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin )

Sumber : kiriman teman-teman PPSDMS

Kamis, 17 Juni 2010

Mengukir Karir Tiada Akhir

Beberapa hari kemarin saya terusik dengan perkataan seorang rekan saya. Perkataannya merupakan komentarnya kepada saya yang terlalu aktif. Dan itu mengindikasikan bahwa saya adalah tipe wanita karir. Dia mengatakan, kebanyakan wanita karir itu kurang peduli dengan urusan rumah . Deg....jujur saja, merasa nggak trimo dibilang sebagai wanita karir. He7. Jadi mikir juga. Apa saya memang seperti itu? Terlalu menyibukkan diri dengan urusan pekerjaan, mengejar karir? Hmm.....memang harus introspeksi diri. Bisa jadi ada benar pula perkataanya. Tapi saya jadi bertanya, sebenarnya apa sih yang dimaksud karir?
Bermula dari rasa “nggak trimo”, saya diskusikan dengan teman-temanku. Pingin juga sharing dengan Bu Dosen Ngglidig University :D , tapi belum sempat bersanjang ke rumah beliau lagi :(

Ada beragam pendapat. Ada yang berpendapat, mumpung masih muda, kejar cita-cita. Rugi kalau wanita hanya di rumah saja. Eman-eman kuliah kalau hanya tinggal di rumah. Kalau di rumah saja, bisa ketinggalan zaman. Itu rata-rata jawaban dari wanita yang bekerja. Namun ada juga yang mengatakan, wanita di rumah itu lebih mulia. Lebih terjaga. Biar laki-laki saja yang bekerja mencari nafkah. Kita urus anak-anak di rumah. Negara itu akan baik, kalau wanitanya baik. Wanita itu memiliki kewajiban mendidik anak-anaknya. Kalau bekerja, bisa jadi nanti anak-anak malah terlantar. Rusaknya generasi muda saat ini sering kali terjadi, karena mereka kurang perhatian dari orang tuanya. Tugas ibulah menjadi madrasah utama bagi anak-anaknya. Ibu-lah yang seharusnya banyak berperan mendidik anak-anak, bukan pembantu atau guru privat yang banyak mengajari mereka.

Itulah beragam pendapat. Bagaimana dengan saya? Mana yang akan saya pilih???????
Kemarin saya membaca buku tulisan Tracy Hogg, The Secret of Baby Whisperer . Buku tentang merawat bayi. Setelah membaca buku itu, saya jadi kepikiran......... Sungguh tak ringan tugas seorang ibu yang baru saja melahirkan. Apalagi yang wanita yang bekerja. Jadi mikir, sepertinya memang lebih baik di rumah. Bisa fokus merawat, mendidik anak-anak.
Saya mengingat benar nasihat bapak saya, beliau mengatakan. Belajar, sekolahlah yang sungguh-sungguh. Tujuanmu mencari ilmu. Dan kupikir, kalaupun saya tak bekerja, insya Allah juga tak sia-sia. Karena kelak ilmu yang didapat juga untuk bekal hidup. Tak sekadar untuk mencari kerja. Tapi dengan ilmu yang saya dapat, saya bisa mendidik anak-anak dan dapat pula ditularkan pada orang lain. Mungkin dengan secuil usaha, mendidik anak-anak menjadi pribadi muslim yang cerdas, dapat perlahan turut sumbangsih memperbaiki kondisi umat.

Mungkin sebagian orang akan berpendapat. Kan tidak dilarang wanita bekerja. Malah bagus itu. Karena era emansipasi. Wanita itu sejajar dengan pria. Wanita itu harus maju. Jadi, jangan mau hanya tinggal di rumah. Bahkan sampai ada yang tidak mau menikah. Karena takut bakal menghalangi dia berkiprah. Bagi saya, saya setuju-setuju saja. Wanita memang harus maju. Wanita harus berfastabiqul khoirot (berlomba-lomba dalam kebaikan). Gak hanya laki-laki yang harus pintar. Wanita juga harus cerdas. Tapi saya tidak setuju, tatkala dengan alasan emansipasi, lantas melalaikan kewajibannya sebagai pendidik bagi anak-anak dan kewajiban lainnya sebagai muslimah. Tak setuju pula bila mengatakan nikah menghalangi kiprah.

Sungguh ironis, mendengar cerita ketika seorang ibu yang aktif bekerja, atau aktif kegiatan di mana-mana, namun keluarganya tak terurus. Tak jarang pula, setelah menikah kemudian tinggal di rumah, tak tahu bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan. Tidak pula mengembangkan diri. Malah lebih banyak menonton sinetron di televisi atau acara-acara lain yang tak bermanfaat. Na’udzubillah min dzalik. Namun saya jumpai pula, seorang ibu yang memiliki banyak anak. Beliau tak bekerja di luar rumah. Tapi aktif di kegiatan sosial. Anak-anaknya dididik dengan baik. Anak-anaknya sholeh-sholehah, cerdas pula. Sungguh salut...

Saya sangat terkesan dengan nasihat beliau. Pandai-pandailah memanfaatkan waktu. Carilah ilmu sebanyak-banyaknya. Tugas kita itu sangat banyak. Yang berkewajiban mencari ilmu tak hanya laki-laki. Tapi setiap muslim. Yang disuruh mengajak pada kebaikan dan mencegah perbuatan keji dan munkar tak hanya laki-laki. Allah juga menjanjikan surga tak hanya bagi laki-laki saja. Tapi juga bagi perempuan. Beliau mengatakan, meskipun kita tinggal di rumah. Kita masih bisa berkarir. Jangan salah. Karir kita adalah mencapai keridhoan Allah dimanapun kita berada. Itulah jenjang karir yang akan kita capai.

Mungkin ada wanita-wanita yang bekerja di luar rumah. Mereka membantu suami mereka. Ada yang karena kondisi ekonomi, namun ada pula yang berpikir bahwa, inilah cara mereka beramal. Mereka ingin memberikan kontribusi dalam perbaikan negeri ini. Sebagai contoh, para dokter wanita. Sungguh terbantu bukan para muslimah, dengan keberadaan dokter-dokter muslimah ini? Ada pula di bidang pekerjaan lain. PNS misalnya. Bagaimana bila posisi PNS diisi oleh orang orang yang “kacau” semua. Lantas mereka mencoba untuk ikut berperan. Meniatkan diri bekerja sebagai PNS agar bisa memperbaiki negeri ini. Selain itu ada pula, mereka yang bekerja untuk membantu orang tuanya. Dan mungkin ini upayanya untuk berbakti pada orang tuanya.


Itulah berbagai pendapat. Semoga para suami juga bisa bersikap bijak. Istri tak harus dikungkung di rumah. Penuhilah hak-haknya untuk dapat menuntut ilmu. Berilah kesempatan para istri untuk turut serta memperbaiki umat. Berbagi ilmu kepada masyarakat. Upssssss ini kok jadi ngoceh begini. Eh, bukan ngoceh ding. Sebuah harapan. Meskipun belum berpengalaman *****, tak dilarang untuk berbicara soal ini bukan? Orang belum mati saja boleh berbicara soal kematian kok. ^_^

Akhirnya saya berpikir, ah tak mengapa dijuluki wanita karir. Karena memang saya ingin mengejar karir tiada akhir. Tapi karir yang dikejar bukan jabatan dalam pekerjaan. Tapi jenjang posisi di hadapan Allah. Dan semoga harapan itu dapat terwujud. Aamiin

Tertantang oleh guruku, mari mengubah kerusakan, kebobrokan di negeri ini. Meskipun kita tak menjadi penguasa. So, harus jadi orang cerdas. Dan teruslah menebarkan rahmat ke seluruh penjuru alam.



Wallahu a’lam.

Senin, 31 Mei 2010

VIRUS BERHADIAH

Apakah ini jenis virus baru? Bukan. Ini sebenarnya bukan varian baru. Tapi virus ini memiliki kemampuan merusak yang hebat. Tapi sayangnya banyak orang yang tidak tau. Meskipun sudah terkena serangan, tetap saja tidak menyadari kalau sudah terinfeksi.
Seperti apakah virus ini? Bagaimana cara kerjanya? Sehingga bisa dikategorikan sebagai virus yang membahayakan. Tapi kenapa berhadiah? Memangnya ada ya virus yang memberikan hadiah? Jawabannya : ADA . Yang terkena virus ini akan mendapat hadiah bila berhasil.

Virus diidentikan dengan sesuatu yang merusak ataupun mengganggu kinerja. Bagi sebagian besar orang, mengikuti sebuah kompetisi ataupun perlombaan adalah sesuatu yang menantang. Siapa yang bisa memenangkan dialah sebagai juaranya. Siapa yang menjadi juara, dialah yang dinilai yang terbaik.

Mungkin sudah menjadi kecenderungan manusia. Ingin tampak lebih paling baik di hadapan manusia. Untuk itu, kadangkala butuh suatu alat ukur. Salah satu cara untuk mengukur ”seberapa baiknya” di hadapan manusia adalah dengan membandingkan, kompetisi atau perlombaan itu. Dengan adanya perlombaan tentu akan ada pengakuan atau legalitas atas ”kebaikan” itu. Dan akhirnya secara umum orang akan menilai pemenang lomba adalah yang terbaik.

Lho apakah salah mengukur seberapa baik diri kita dengan lomba? Tentu tidak. Bila tujuan mengikuti adalah memang untuk mengukur. Dari sana akan tau seberapa nilai diri dan apa yang harus diperbaiki. Lantas memperbaikinya. Dan memang demikianlah seharusnya tujuan mengikuti lomba. Namun bagaimana bila mengikuti lomba adalah bertujuan meraih pengakuan ”yang terbaik”, sehingga akan melakukan segala cara untuk mendapatkan penilaian yang tinggi. Tidak memperhatikan lagi apakah caranya sportif, apakah caranya benar, apakah caranya tidak melanggar etika atau norma. Yang penting menjadi JUARA.

Dan sangat ironis. Ketika instansi pendidikan yang dikenal sebagai tempat mendidik generasi masa depan, memiliki pandangan bahwa sekolah yang baik adalah sekolah yang banyak meraih kejuaraan. Alhasil, parameter keberhasilan sekolah adalah semakin banyaknya penghargaan kejuaraan. Bagi saya, ini bukanlah sesuatu hal yang lumrah. Namun parah. Sesuatu yang dapat merusak. Inilah yang saya katakan sebagai virus berhadiah. Sesuatu yang tak baik namun mendatangkan hadiah. Dan sepertinya inilah yang sering terjadi saat ini. Dahulu yang saya ketahui, tujuan diadakan lomba adalah memotivasi. Dengan diadakan lomba, maka akan saling termotivasi memperbaiki diri. Bagi yang kalah maka akan berusaha meniru hal-hal yang baik dari yang menang. Dan bagi yang menang, dia harus belajar untuk tidak sombong. Namun apakah kondisi saat ini masih seperti itu?

Mungkin ketika pembaca membaca tulisan ini kurang sepakat. Bagaimana mungkin Lomba dikatakan sebagai virus berhadiah. Tak masalah. Namanya juga pendapat. Beda pendapat kan boleh. ^_^
Saya mengatakan gejala ini sebagai suatu yang merusak, karena betapa sering terjadi upaya-upaya tak jujur untuk meraih kejuaraan. Apalagi model perlombaan yang sangat mempertimbangkan adminstrasi sebagai unsur terbesar penilaian lomba. Dalam keadministrasian, sesuatu yang tak ada akan diadakan dengan mudah. (Pengalaman pribadi. He7). Misalnya SK. Atau surat keputusan kepala sekolah. Yang saya ketahui ketika dulu kuliah tentang administrasi, surat dibuat berdasarkan tanggal pembuatan surat. Sehubungan dengan lomba, maka dibuatlah surat keputusan sekarang, tertanggal ”masa lalu”. Contoh lain, ketika yuri mengajukan pertanyaan kepada pihak sekolah, mengenai peranan komite. Karena demi kejuaraan, maka pihak sekolah menjawab bahwa komite sangat berperan, perhatian dan sering memberikan saran kepada sekolah.

Ini hanyalah dua contoh saja. Dan mungkin dipandang bukan dosa besar. Seorang guru bukanlah hakim yang memutuskan benar dan salah, tapi hati saya rasanya sedih. Bagaimana mungkin saya sebagai seorang guru ketika di kelas melarang anak-anak mencontek. Karena mencontek itu berarti berbohong. Sementara gurunya sendiri melakukan kebohongan. Bagaimana mungkin seseorang memberi bila ia sendiri tak punya. Bagaimana mungkin seorang guru mampu memberikan contoh kejujuran , kalau ia sendiri tak jujur.

Akankah ”Sekolah yang bagus adalah sekolah yang sering juara” menjadi tolok ukur dalam pendidikan kita? Tapi rasanya masih saja penilaian semacam itulah yang dipakai oleh masyarakat kita. Bila model penilaian itu tak layak, lantas bagaimana seharusnya? Tunggu episode selanjutnya............ ^_^

Jumat, 28 Mei 2010

Berkepribadian Lingkungan Hidup

Beberapa waktu yang lalu saya diutus bu mantri eh, bu Kepala Madrasah untuk mengikuti workshop yang diadakan Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bantul. Seperti biasa, workshop yang diadakan BLH bertema Lingkungan Hidup.

Salah satu dari pemateri, menyampaikan tentang Kepribadian Lingkungan Hidup.
Saya tidak ingin disibukkan dengan mencari definisi ’kepribadian’. Tapi kata – kata setelah ”kepribadian”. Untuk mencari definisi kepribadian toh bisa baca di KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), atau Googling aja .
Sejak SD rasanya sudah sering mendengar kata ”kepribadian”. Kepribadian Pancasila. Tapi sayang, saya tidak mengingat hafalan sewaktu sekolah dulu. Kepribadian Pancasila adalah kristalisasi............................dst..........dah lupa. Kristalisasi sendiri apa juga gak mudeng kalau ditanya. :D . Yang jelas menunjukkan proses pengkristalan. Alhamdulillah gak jadi guru PKN ataupun guru Bahasa Indonesia.
Ketika pemateri memaparkan, sesekali otakku langsung merespon walau tak kuucapkan. Hanya bicara dalam hati saja. Pemateri menyampaikan, sekiranya kepedulian terhadap lingkungan sudah menjadi kesadaran tiap orang, tentu tak perlu lagi ada pelatihan di ruangan seperti ini. Dalam hati langsung komentar : sepakat. Ini juga boros. Kan bisa saja dengan forum non formal. Hemat biaya, dan saya pikir malah lebih mengasyikkan. Sekali lagi, menurut saya.
Beliau menyampaikan, ” Saya ingin kepedulian terhadap lingkungan hidup tidak sekadar dalam pelatihan saja. Tetapi bisa menjadi kepribadian lingkungan hidup. Dimana kesadaran itu tumbuh dan kuat mengakar”.
Sembari mendengarkan.....saya berpikir. Apa yang dikatakan beliau tidak salah. Saya justru berpikir. Kepribadian Lingkungan Hidup? Selama ini saya mengajar di madrasah dan sering mendengar kata ”Mencetak generasi berkepribadian muslim”. Muncul dalam benak saya. Memangnya apakah peduli terhadap lingkungan itu bukan bagian dari syarat pribadi muslim? Apakah ukuran baiknya seorang muslim itu dari sholat 5 waktunya, puasanya, zakat dan hajinya?



Bukankah peduli terhadap lingkungan itu hal yang baik. Bukankah peduli terhadap lingkungan itu juga berarti peduli terhadap makhluk, ciptaan Allah.
Otakku merespon, apakah kepribadian Lingkungan Hidup dan Kepribadian Muslim itu sesuatu yang saling bertentangan?

Dalam Qur'an surat Ar-Ruum 41, bukankah Allah juga menyinggung soal Lingkungan Hidup? Teringat pula ketika membaca Sirah Nabawiyah. Saat perang, Rosulullah saja melarang merusak pohon. Dalam kondisi perang saja dilarang. Apalagi saat tidak perang?
Artinya Rosulullah pun mengajarkan peduli terhadap lingkungan pula bukan?
Seorang muslim tidak dinilai dari ibadah ritual semata, dengan ibadah sholat, puasa, zakat saja. Akan tetapi juga dari kemanfaatan pada makhluk Allah yang lain. Menjadi rahmat bagi seluruh alam. Tak sekadar menjadi rahmat bagi manusia saja.

Sabtu, 22 Mei 2010

Muridku Guruku

Ketika saya memilih untuk menjadi guru, saya niatkan untuk mendidik anak didik agar menjadi orang yang cerdas. Dan saya berpikir, dengan menjadi guru, saya mendapat kesempatan untuk memperoleh pahala meskipun saya telah tiada. Dengan ilmu yang bermanfaat yang saya ajarkan pada anak didik saya, lantas mereka mengamalkan bahkan mengembangkannya, Insya Allah saya pun dapat balasan kebaikan dari Allah. Aamiin...

Dari sini saya berpikir, alangkah sia-sianya, alangkah ruginya bila saya menjadi guru hanya sekadar saya mengajar. Yang penting hari ini saya masuk ke kelas, menyampaikan materi yang sudah ada di silabus. Tanpa mempertimbangkan, apakah anak-anak paham dengan apa yang saya ajarkan? Bila mereka tak paham, lantas bagaimana mereka akan bisa menggunakan ilmu itu? Mungkin akan ada yang menjawab : ”Mereka akan belajar lagi dari orang lain, guru lain, atau temannya”. Mungkin saja. Jawaban itu tak salah. Akan tetapi, bagi saya sangatlah rugi, bila ternyata anak didik saya memahaminya bukan dari saya. Padahal sayalah guru yang seharusnya mengajarinya. Artinya, saya tak akan mendapatkan pahala itu. Dan peluang saya mendapatkan keuntungan abadi itu akan berkurang.

Dengan merenungi hal itu, saya berpikir.....berarti saya harus mampu mengajar anak-anak dengan baik. Anak-anak yang saya didik harus memahami apa yang saya ajarkan. Untuk itu, saya harus belajar bagaimana mengajar yang menyenangkan bagi anak didik. Termasuk belajar berbicara. Bagaimana memilih kata-kata yang mudah dipahami anak-anak. Bagaimana memberikan gambaran atau perumpamaan kepada mereka. Termasuk pula belajar bagaimana memotivasi mereka untuk haus ilmu.
Sebenarnya banyak buku tentang hal ini. Bahkan kita tak harus membeli. Lewat internet pun bisa kita dapatkan. Tapi bagi saya, ada yang lebih menarik dari sekadar membaca buku, ataupun artikel di internet tentang teknik mengajar, mendidik anak-anak, mengembangkan kompetensi guru dan sebagainya. Sumber ilmu itu ada pada anak didik sendiri. Dari mereka saya bisa memperoleh ilmu pula. Saya akan tau apakah cara saya mengajarkan tepat atau tidak justru dari anak-anak. Mereka akan memberikan penilaian. Mereka akan memberikan reaksi atas apa yang saya lakukan. Dengan demikian, saya tahu. Manakah langkah yang tepat dalam mengajarkan ilmu kepada mereka. Saya tak perlu malu untuk bertanya kepada anak didik, bagaimana mereka menilai saya. Penilaian buruk itu dari mereka adalah kejujuran mereka dan motivasi untuk memperbaikinya.

Menjadi guru itu bukan berarti karena saya serba tahu. Bagi saya, justru sebaliknya. Menjadi guru itu karena saya tak tahu banyak hal. Sementara Allah menghendaki saya untuk belajar banyak hal. Dengan menghadapi murid-murid, saya akhirnya belajar. Dengan saya menjadi guru, saya mendapatkan ilmu dari murid-muridku. Muridku adalah guruku.......

..........................................................................................................................................................................
Ilmu itu tidak selalu disampaikan oleh seorang yang berpendidikan tinggi. Tak selalu disampaikan oleh ilmuwan . Ilmu itu tak selalu disampaikan oleh orang berkedudukan mulia di mata manusia. Ilmu itu bisa disampaikan oleh siapa saja. Karena ilmu itu hakikatnya berasal dari Sang Khaliq.
.........................................................................................................................................................................

*Terinspirasi tulisan pendek di web Lecture of Ngglidig University
setiap tempat: sekolah!
setiap orang: guru!