Sabtu, 23 Juli 2011

Wadah Pembawa Takdir




Baca judulnya saja, mungkin sudah terasa berat muatannya ya? Sama halnya dengan saya ketika mendengar kata-kata itu. Sangat terasa makna yang dalam. Takdir, kata benda abstrak. Tak bisa kita pegang seperti sebuah buku, pensil, daun, handphone, laptop atau benda konkret lainnya, namun jelas adanya. Menjadi keharusan pula bagi kita untuk meyakininya, mengimaninya. Namun saya sendiri hingga saat ini belum tau, seperti apakah takdir saya ke depan. Hingga berapa tahun usia saya di dunia ini. Saya pun yakin,tak hanya saya yang tidak mengetahuinya, tapi semua manusia. Yang ada hanyalah manusia yang menduga ataupun berharap akan takdirnya, meskipun dugaan ataupun harapan akan takdir (keinginan akan takdirnya) adalah sesuatu yang belum pasti.

Seperti yang saya tulis di posting sebelumnya, Allah itu seperti sangkaan hambaNya. Dia memberikan ruangan keleluasaan bagi makhlukNya untuk berharap sebaik-baiknya, dan sebanyak-banyakNya. Tanpa dimintapun Dia berikan. Apalagi yang diminta? Dahulu kita tidak meminta padaNya agar kita memiliki dua mata yang dapat melihat, telinga yang bisa mendengar, tangan dan kaki yang bisa digerakkan, dan masih banyak lagi. Lantas apakah yang menjadi penghalang bagi kita untuk meminta? Meminta segala hal yang kita inginkan, apalagi untuk sesuatu yang mendatangkan keridhoanNya.

Kita hanyalah makhluk yang Allah ciptakan. Atas sifat rahmaan dan rahiim-Nya, kita berada di sini, lengkap dengan segala takdir yang menempel pada diri kita. Apapun itu yang telah menjadi ketentuan dan ketetapan Allah untuk diri kita. Mungkin itukah yang dimaksud dengan diri kita sebagai wadah pembawa takdir. Wallahu a'lam. Hal yang pasti harus diyakini, bahwa segala kehendakNya adalah sesuatu yang terbaik yang Dia berikan untuk kita. Dalam sepanjang waktu yang pernah kutempuh, Dia mengingatkan bahwa memang diri kita adalah milikNya. Diri kita adalah makhluk yang berada dalam kuasaNya. Segala sesuatu terjadi atas kehendak Dia. Segala hal yang Dia kehendaki pasti terjadi, entah kita suka entah tidak suka.

Bersandar, berharap padaNya. Segala sesuatu yang terjadi menjadi pembelajaran bermakna pada diri kita. Menjadi pendewasaan bagi diri kita. Menjadi lahan amal kebaikan bagi diri kita. Berharap bahwa keberadaan diri kita senantiasa berada dalam rengkuhan Rahmaan dan Rahiim-Nya, dalam peliharaanNya, hingga menjadikan diri kita senantiasa memberikan kemanfaatan bagi makhlukNya, siapapun,kapanpun dan dimanapun. Berharap bahwa kita mampu melalui setiap perjalanan yang sulit sekalipun hanya bertemankan keimanan.

Ada pengharapan-pengharapan yang ditujukan untukku. Aku sadari itu, tak mudah mewujudkan harapan-harapan itu. Sebuah visi di masa depan yang jauh membumbung tinggi, seolah untuk menjadi payung ketenangan bagi bumi dan seisinya. Terasa berat benar mengatakannya, karena memang terasa berat amanah itu. Kulihat ada cita-cita besar nan mulia, bukan sekadar untuk menunjukkan kebesaran nama semata. Dalam hati aku berdecak kagum alangkah hebatnya para pengemban amanah yang mampu menunaikan amanah itu dengan sebaik-baiknya. Berbekal keimanan dan tuntunan dari Rabbnya Yang Maha Tinggi, hingga mencapai kemuliaan hakiki. Saya menyadari keberadaan diri, dengan segala kelemahan yang kumiliki. Keberadaan diri kita hanyalah sekadar wadah. Sebuah cita-cita mulia akan tetap tercapai dengan ataupun tanpa keberadaan diri kita, sebab akan selalu ada yang menegakkan cita-cita mulia itu ada ataupun tiadanya diri kita. Kita hanyalah pengemban amanah yang diberikan masa waktu untuk menunaikannya. Akan senantiasa ada batasan waktu untuk diri kita berbuat. Sekadar merengkuh yang kita mampu. Sekadar berusaha menggapai apa yang bisa kita capai. Kalaupun cita-cita itu terwujud, atas rahmat dan kasih sayangNya, bukan semata atas usaha dan keberadaan diri kita. Kita, hanyalah sekadar wadah pembawa takdir

Hanya kepada Allah Yang Maha Kuasa atas segala-galaya, Yang Maha Rahmaan dan Maha Rahiim, memohon, memelas agar diri kita senantiasa dijaga, dilindungi, dilimpahkan dengan segala kasih sayangNya, dan mampu untuk menebarkannya kepada semua makhlukNya untuk sebuah kemuliaan hakiki.




Pertengahan Sya'ban 1432 H,
Terima kasih kepada semua untuk setiap harapan dan lantunan do'a yang dipanjatkan untukku, untuk istiqomah dalam kebaikan
:)

2 komentar:

  1. “Silaturahim dapat memperpanjang umur dan sedekah dapat merubah taqdir yang mubram” (HR. Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, Imam Ahmad).

    apakah kita hanya pembawa takdir? leebih...

    BalasHapus
  2. kok pakai nama admin git?
    coba diamati dengan seksama, Allah memberi ruang keleluasaan bagi kita untuk berharap sebaik-baiknya dan sebanyak-banyaknya. Silaturahim dan sedekah sebagai bagian dari upaya pengawal harapan itu. Tapi semua akan balik pada kehendak Allah :)

    BalasHapus