This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 05 Agustus 2011

Menangis Itu Penting





Beberapa hari ini saya paksakan diri saya untuk menangis. Jangan heran bila melihat saya di suatu forum pun menangis. Sebenarnya malu juga, tapi mau bagaimana lagi, rupanya menangis harus saya lakukan. Kenapa? Karena penting bagi saya. He he he.
Bukan karena ada masalah berat, atau masalah berat, kemudian pelampiasannya dengan menangis. Walaupun secara psikologis, katanya menangis itu penting. Tapi ini bukan soal itu. Baru kali ini benar-benar merasakan. Menangis itu penting.

Beberapa hari terakhir ini mata saya terasa sakit, perih, serasa kering. Biasanya ketika berbaring miring, air mata menetes, padahal tidak menangis. Lha ini benar-benar serasa kering. Kepala juga terasa pusing. Terasa nyeri di sekitar mata. Berhubung takut eh malas ke dokter, akhirnya searching di google. Rupanya saya terkena CVS, Computer Vision Syndrome. Ini akibat karena terlalu sering di depan komputer, dan saya sering lupa untuk kedep-kedipkan mata, karena keasyikan fokus. Eh gak ding, span-neng. He7. Akhir-akhir ini bisa melek lebih dari 8 jam, di depan komputer, bahkan kemarin sempat cuma tidur satu jam. Nah, sekarang merasakan klenger. Tak bisa berkutik, tak bisa banyak ngetik. Karena mata gak bisa mendelik.

Setelah tanya sana-sini, akhirnya dapat obat juga. Obat pertama, kata temenku saya harus banyak nangis, muhasabah. (Ngaku-lah kalau diri ini banyak dosa ini :( ). Tapi memang benar juga, kalau saya nangis, rasa perih dan pusing itu sirna. Obat kedua, saya akhirnya memakai pelembab mata, yang kemasannya berwarna biru. Rupanya cairan ini tak boleh saya pakai dalam jangka lama, karena mengandung pengawet dan bisa menyebabkan keburaman mata. Selain itu, dapat saran lagi, suruh merimbang pakai air suruh. Terakhir, akhirnya beli suplemen buat mata. Alhamdulillah sudah berkurang, tapi ketika bekerja di depan komputer atau di tempat yang terlalu terang, mulai lagi gejalanya. Benar-benar merasakan kalau punya mata. Benar-benar merasakan, pentingya mata. Mata yang sehat, benar-benar nikmat yang sering terlupakan, dan jadi sadar, menangis itu juga penting ^_^

Sabtu, 23 Juli 2011

Wadah Pembawa Takdir




Baca judulnya saja, mungkin sudah terasa berat muatannya ya? Sama halnya dengan saya ketika mendengar kata-kata itu. Sangat terasa makna yang dalam. Takdir, kata benda abstrak. Tak bisa kita pegang seperti sebuah buku, pensil, daun, handphone, laptop atau benda konkret lainnya, namun jelas adanya. Menjadi keharusan pula bagi kita untuk meyakininya, mengimaninya. Namun saya sendiri hingga saat ini belum tau, seperti apakah takdir saya ke depan. Hingga berapa tahun usia saya di dunia ini. Saya pun yakin,tak hanya saya yang tidak mengetahuinya, tapi semua manusia. Yang ada hanyalah manusia yang menduga ataupun berharap akan takdirnya, meskipun dugaan ataupun harapan akan takdir (keinginan akan takdirnya) adalah sesuatu yang belum pasti.

Seperti yang saya tulis di posting sebelumnya, Allah itu seperti sangkaan hambaNya. Dia memberikan ruangan keleluasaan bagi makhlukNya untuk berharap sebaik-baiknya, dan sebanyak-banyakNya. Tanpa dimintapun Dia berikan. Apalagi yang diminta? Dahulu kita tidak meminta padaNya agar kita memiliki dua mata yang dapat melihat, telinga yang bisa mendengar, tangan dan kaki yang bisa digerakkan, dan masih banyak lagi. Lantas apakah yang menjadi penghalang bagi kita untuk meminta? Meminta segala hal yang kita inginkan, apalagi untuk sesuatu yang mendatangkan keridhoanNya.

Kita hanyalah makhluk yang Allah ciptakan. Atas sifat rahmaan dan rahiim-Nya, kita berada di sini, lengkap dengan segala takdir yang menempel pada diri kita. Apapun itu yang telah menjadi ketentuan dan ketetapan Allah untuk diri kita. Mungkin itukah yang dimaksud dengan diri kita sebagai wadah pembawa takdir. Wallahu a'lam. Hal yang pasti harus diyakini, bahwa segala kehendakNya adalah sesuatu yang terbaik yang Dia berikan untuk kita. Dalam sepanjang waktu yang pernah kutempuh, Dia mengingatkan bahwa memang diri kita adalah milikNya. Diri kita adalah makhluk yang berada dalam kuasaNya. Segala sesuatu terjadi atas kehendak Dia. Segala hal yang Dia kehendaki pasti terjadi, entah kita suka entah tidak suka.

Bersandar, berharap padaNya. Segala sesuatu yang terjadi menjadi pembelajaran bermakna pada diri kita. Menjadi pendewasaan bagi diri kita. Menjadi lahan amal kebaikan bagi diri kita. Berharap bahwa keberadaan diri kita senantiasa berada dalam rengkuhan Rahmaan dan Rahiim-Nya, dalam peliharaanNya, hingga menjadikan diri kita senantiasa memberikan kemanfaatan bagi makhlukNya, siapapun,kapanpun dan dimanapun. Berharap bahwa kita mampu melalui setiap perjalanan yang sulit sekalipun hanya bertemankan keimanan.

Ada pengharapan-pengharapan yang ditujukan untukku. Aku sadari itu, tak mudah mewujudkan harapan-harapan itu. Sebuah visi di masa depan yang jauh membumbung tinggi, seolah untuk menjadi payung ketenangan bagi bumi dan seisinya. Terasa berat benar mengatakannya, karena memang terasa berat amanah itu. Kulihat ada cita-cita besar nan mulia, bukan sekadar untuk menunjukkan kebesaran nama semata. Dalam hati aku berdecak kagum alangkah hebatnya para pengemban amanah yang mampu menunaikan amanah itu dengan sebaik-baiknya. Berbekal keimanan dan tuntunan dari Rabbnya Yang Maha Tinggi, hingga mencapai kemuliaan hakiki. Saya menyadari keberadaan diri, dengan segala kelemahan yang kumiliki. Keberadaan diri kita hanyalah sekadar wadah. Sebuah cita-cita mulia akan tetap tercapai dengan ataupun tanpa keberadaan diri kita, sebab akan selalu ada yang menegakkan cita-cita mulia itu ada ataupun tiadanya diri kita. Kita hanyalah pengemban amanah yang diberikan masa waktu untuk menunaikannya. Akan senantiasa ada batasan waktu untuk diri kita berbuat. Sekadar merengkuh yang kita mampu. Sekadar berusaha menggapai apa yang bisa kita capai. Kalaupun cita-cita itu terwujud, atas rahmat dan kasih sayangNya, bukan semata atas usaha dan keberadaan diri kita. Kita, hanyalah sekadar wadah pembawa takdir

Hanya kepada Allah Yang Maha Kuasa atas segala-galaya, Yang Maha Rahmaan dan Maha Rahiim, memohon, memelas agar diri kita senantiasa dijaga, dilindungi, dilimpahkan dengan segala kasih sayangNya, dan mampu untuk menebarkannya kepada semua makhlukNya untuk sebuah kemuliaan hakiki.




Pertengahan Sya'ban 1432 H,
Terima kasih kepada semua untuk setiap harapan dan lantunan do'a yang dipanjatkan untukku, untuk istiqomah dalam kebaikan
:)

Sabtu, 02 Juli 2011

Multithinking, Multifocus, Multitasking




Menjelang rapotan anak-anak, rasanya kepala kebek, penuh dengan muatan pikiran. Laporan nilai kelas I-V, rekap nilai kelulusan kelas VI, laporan keuangan satu tahun, belum urusan akreditasi. Bukan kepala sekolah aja seabrek kebek sampai bikin klepek. Di sela-sela mikir pekerjaan madrasah, masih jatah untuk ujian kuliah, persiapan nikah kakak kandungku, juga klienku, menghabiskan "cemilan" dari Pak Raga dan masih aktivitas ngglidig lainnya. ...... astaghfirullah......Baru kali ini serasa keok pikiran ini, seolah tak ada ruang pikiran untuk jeda sesaat. Sampai akhirnya,sesaat menjelang tidur merenung.... teringat akan tulisan Maulina. Klengernya dia ketika ditinggal bapak ibu-nya yang sedang ibadah haji, dan harus menggantikan peran ibunya untuk masak, membangunkan adik-adiknya, dll. Tapi kenapa ibunya mampu mengerjakan semua urusan itu tanpa mengeluh. Bahkan ibunya adalah seorang kepala sekolah yang senantiasa on time berangkat kerja. Kalau ibunya bisa, kenapa dia tidak? Hasil dari baca sana sini, dapat suatu kesimpulan wanita itu memiliki kemampuan untuk melakukan banyak pekerjaan dalam satu waktu. Bisa masak disambi menyapu, bersih-bersih, membangunkan anak-anaknya bahkan sambil ngomel juga bisa (peace ^_^, saya juga wanita, mengakui kalau sering mengomel juga he he he). Semuanya bisa dituntaskan dalam waktu yang terbatas.

Masa ujian yang bersamaan dengan masa persiapan akreditasi, saya sempatkan untuk membaca bahan perkuliahan, meskipun sedikit sekali. Ujian terakhir adalah mata kuliah Sistem Operasi. Pas kondisi sedang keok, alhamdulillah dapat pencerahan, dari menghubung-hubungkan antara kuliah komputer dengan keadaan yang saya hadapi. Sebuah sistem operasi di dalam komputer memiliki kemampuan untuk multitasking, multiprocessing, dll....... gak hafal. Komputer mampu mengerjakan berbagai proses secara bersamaan. User menjalankan program winamp sekaligus mengetik menggunakan MS Word juga browsing menggunakan mozzila firefox. Semua bisa dilakukan bersamaan. Saya renungkan, komputer itu kan buatan manusia. Manusia itu kan lebih cerdas dari komputer. Kalau begitu, kenapa tidak mencoba saja ya? Mengerjakan segala urusan yang numplek itu. Kalau sekadar saya mengeluh dengan banyak pekerjaan juga tidak akan mengurangi pekerjaan kan???

Awalnya saya ragu-ragu. Tapi dari baca bukunya pak Ippho (Right), saya jadi ingat. Keyakinan adalah sebuah kekuatan. Kita meyakini bahwa Allah itu ada. Allah itu adalah Tuhan, Sang Khalik, yang menciptakan kita. Dialah Yang Maha Kuasa. KekuasaanNya meliputi seluruh alam, baik di langit dan di bumi. Pokoknya segala-galanya. Bila Dia berkehendak, maka tiada suatu apapun yang mampu menghalangi. Saya ingat pula, bahwa Allah itu, tergantung pada prasangka hambaNya. Semua itu membuat saya menyimpulkan, saya bisa multithinking, alias memikir banyak hal terkait segala yang sedang numplek di depan saya. Saya bisa multifocus, dapat fokus, konsentrasi dengan apa yang saya pikirkan. Multitasking, saya bisa mengerjakan amanah-amanah yant tak cuma satu itu hingga tunai.(Mohon jangan protes tentang definisi-definisi ini he he he-red). Mungkin ada yang heran, ragu-ragu, maaf, itu urusannya ,he he he, sebab saya sedang belajar, dan saya meyakini ini. Saya yakin Allah akan memudahkannya. Tak ada yang tak mungkin bila Allah berkehendak, dan saya berprasangka baik pada Allah, Allah akan memampukan saya. Otak saya ukuran dan kemampuannya mungkin, tetapi Allah pasti akan melipatkan kapasitas dan kemampuan untukku agar dapat menunaikan amanah-amanah ini. Masa' saya tidak yakin kalau Allah mampu mengabulkan dan mewujudkan prasangka saya ini.

Perlahan-lahan, saya nikmati padatnya aktivitas di otak saya, juga aktivitas-aktivitas lainnya. Saya menaikkan jatah waktu untuk rehat sejenak dengan sholat. Saya keluhkan capeknya pikiran dan fisik saya dengan seabrek aktivitas ini. Saya mulai tingkatkan untuk refreshing dengan membaca Qur'an. Alhamdulillah........ saya rasakan lebih baik. Waktu rasanya lebih longgar dari sebelumnya. Semula saya khawatir dengan amanah bersama rekan-rekan muda saya bakal tersingkirkan bahkan tak ada alokasi memori untuk memikirkannya di otak saya. Akan tetapi, ternyata BISA. Saya biasanya sangat susah untuk mencari waktu buat cari buku. Alhamdulillah, bisa terlaksana. Saya bisa menikmati cemilan berupa softfile kiriman pak Raga di madrasah, sembari ngerjakan administrasi sekolah, sembari sesekali chating dengan teman di ym dan facebook, He he he. Mulai berkurang kalimat "saya lagi crowded urusan akreditasi"........ ALHAMDULILLAH..........!!!!!!! Semua atas kehendak dan kuasaNya. Karunia Allah yang tak terhingga nilainya. ^_^


Ya Allah Yang Maha Kuasa, kami memohon kepadaMu, agar senantiasa menguatkan iman kami kepadaMu,
Kami memohon kepadaMu pula, jauhkanlah kami dari putus asa
Jauhkanlah kami dari hal-hal yang sia-sia.
Wahai Allah Yang Maha Rahman Maha Rahiim, jadikanlah keberadaan kami senantiasa memberikan manfaat bagi siapapun, kapanpun dan dimanapun. Aamiiin


To : All of my teachers : terima kasih atas ilmu, semangat, doa dan kepercayaannya padaku. and Maulina, terima kasih atas tulisan yang memberikan inspirasi bagiku, walaupun dirimu tiada menyadarinya. he he he.

Selasa, 21 Juni 2011

Akreditasi, Prestise Sekolah




Akreditasi owh akreditasi....namanya sepertinya ada unsur intelek, cerdas, modern, tapi jujur, saya tak suka. Mungkin kalau akreditasi itu sosok manusia, dia adalah orang yang terlihat parlente. Hampir semua orang akan menyanjung-nyanjung. Demi mendapatkan perhatiannya akan melakukan apa saja. Akan tetapi, akreditasi bukanlah sosok manusia. Akreditasi sekolah/madrasah adalah kegiatan penilaian (asesmen) sekolah/madrasah secara sistematis dan komprehensif melalui kegiatan evaluasi diri dan evaluasi eksternal (visitasi) untuk menentukan kelayakan dan kinerja sekolah/madrasah.. (bukan saya yang mengartikan-red).

Setiap madrasah yang diakreditasi, akan memperoleh nilai. Saya yakin, tiap sekolah menginginkan nilai akreditasinya yang terbaik. A, minimal B.Untuk mendapatkan nilai A, ada banyak hal yang harus disiapkan oleh sekolah. Dari juknis akreditasi SD/MI, ada 157 point penilaian, yang terdiri dari 8 standar. Berhubung madrasah tempat saya mengajar saat ini akan akreditasi di awal tahun ajaran baru ini, maka saya mau tidak mau dan harus mau untuk mempelajari tentang akreditasi ini. Tak sekadar mempelajarinya, namun juga harus menyiapkan segala sesuatunya untuk akreditasi. Seperti halnya madrasah pada umumnya, menginginkan nilai akreditasi A, meskipun hati saya seringkali bertanya, kenapa harus A? Kenapa harus mengejar nilai akreditasi A??? karena sekolah yang mendapat nilai akreditasi A berarti sekolah yang bagus? Apakah sekolah yang bagus berarti sekolah yang berhasil dalam mendidik anak-anak didiknya?


Ada rasa yang menggores hati. Mengamati satu per satu point penilaian akreditasi. Setiap unsur penilaian dibutuhkan bukti-bukti. Bukti didapatkan dari bukti fisik berupa catatan-catatan administrasi, wawancara, pengamatan dan sebagainya, tapi ketika saya amati, betapa banyaknya bukti administrasinya. Memang sebuah keteraturan kinerja instansi dapat dilihat dari catatan administrasinya. Saya setuju dengan kerapian administrasi. Akan tetapi, apakah untuk mengejar nilai A, harus membuat tipuan-tipuan administrasi. Sesuatu yang tiada tiba-tiba diadakan. Misalnya, pada bagian standar isi, tentang KTSP, ada syarat ada workshop, review dan revisi yang melibatkan berbagai pihak, termasuk komite. Buktinya dengan adanya notulen, daftar hadir, berita acara, dan draft KTSP. Berhubung komite tidak tau apa-apa, dan untuk meringkas kerja penyusunan KTSP, cukuplah sekali mengundang pembicara, kemudian dibahas guru-guru. Karena akreditasi, maka dibuatlah notulensi, berita acara buatan, dsb yang menunjukkan bahwa komite ikut terlibat dalam penyusunan KTSP. Deuuhhhhhhhhhhhh.

Ada lagi tentang standar kelulusan, demi mengejar nilai akreditasi, maka syarat KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal, nilai minimal yang harus didapat siswa agar dapat dikatakan berhasil dalam belajar-red) 7,5 . Maka dibuatlah KKM dengan nilai seperti itu. Dengan menetapkan KKM mata pelajaran 7,5 berarti, ukuran berhasilnya pembelajaran di sekolah adalah nilai yang didapat peserta didik 7,5. Bagi anak-anak yang nilainya di bawah KKM, maka akan remidi, sehingga mendapatkan nilai minimal sama dengan KKM. Bila berulang kali tidak mencapai KKM, maka solusinya adalah memberikan soal semudah-mudahnya bagi siswa, asal nilainya menjadi baik. Kalau murid tak bisa mencapai juga, jangan-jangan disuruh pindah sekolah. Karena pernah saya mendengar cerita dari seorang guru. Di sebuah sekolah, seorang kepala sekolah menyuruh muridnya untuk keluar, atau pindah saja dari sekolah itu, karena dianggap telah menjatuhkan nama baik sekolah. Duh, geram rasanya mendengar cerita itu. Andai saya ada disitu mungkin akan saya jawab, lha buat apa anak itu sekolah? Anak belajar di sekolah supaya jadi cerdas. Bukan sekadar menjawab soal dan mendapat nilai yang dianggap baik oleh guru. Kalau dia sudah pintar, gak perlu sekolah lagi. Iki piye ta????? Deeuuuhhhhh
Masih ada kaitan dengan nilai. Untuk siswa kelas VI, maka nilai Ujian Nasional sangat menentukan prestise sekolah. Sekolah yang bisa meluluskan anak didiknya 100% dianggap berhasil dalam mendidik. Sekolah yang terdapat anak yang tidak lulus, atau nilainya jelek, dianggap kurang berhasil. Karena pandangan semacam ini, seringkali dijumpai, adanya kecurangan dalam ujian nasional. Cerita dari teman saya, ketika menjadi pengawas, mendapatkan "nasihat" dari kepala sekolah tempat ia bertugas, yang intinya diminta "jangan terlalu keras kepada anak-anak, anggap seperti anak sendiri". Itu adalah bahasa halusnya. Aslinya, biarkan anak-anak saling menyontek. Jangan dicatat dalam berita acara. Bahkan telah menjadi rahasia umum pula, di sekolah dibentuk tim sukses ujian nasional, yang bertugas untuk memberikan bocoran, atau meminta anak-anak yang dianggap cerdas untuk "membantu" kawannya, "menyelamatkan" kawannya di ujian nasional. Tak hanya berhenti di situ. Di tahun ajaran 2010/2011 ini, ketentuan kelulusan turut memperhitungkan nilai rapot, ditambah nilai ujian sekolah, dan nilai ujian nasional. Nilai rapot tak dapat diubah. Nilai ujian nasional didapat dari pengkoreksian pusat. Maka jalan satu-satunya untuk "membantu" murid-murid adalah dengan katrol nilai pada ujian sekolah. Terheran-heran saya karena anehnya institusi pendidikan di negeri ini. Selama 6 tahun, guru mengatakan kepada anak-anak, untuk jujur, tapi di akhir menjelang kelulusan anak didiknya.......... ya seperti itulah. Legalisasi kebohongan dan kecurangan. Demi prestise. Bila guru mengajarkan kebaikan akan menjadi amal jariyah, lantas bagaimana bila guru mengajarkan keburukan?????

Karena "kebijakan-kebijakan" aneh di dalam institusi pendidikan ini, pernah kepala sekolah dan guru-guru di tempat saya mengajar mengatakan, lha daripada ngatrol dan membantu anak-anak dalam menjawab soal, kenapa tidak sekalian saja soalnya dikerjakan gurunya, atau tidak perlu ada ujian nasional. Anak-anak sudah stress karena khawatir tidak lulus, tapi kemudian kecurangan dilakukan oleh gurunya sendiri. Demi prestise dan "nama baik" sekolah.

Melihat fenomena-fenomena kebobrokan pendidikan di negeri ini, darimanakah aku bisa memulai untuk perbaikan????

Seuntai Do'a Dari Timika




Allah selalu punya hadiah untuk kita...
Sebuah cahaya di kegelapan
Sebuah rencana untuk setiap hari esok
Sebuah jalan keluar untuk permasalahan
Sebuah kebahagiaan untuk setiap kesedihan
dan sebuah kedewasaan untuk setiap ujian yang datang
Aku pun punya hadiah istimewa untukmu....
Sebuah do'a yang kupanjatkan dengan rasa cinta karena Allah
Semoga kebahagiaan, kemudahan, kesehatan dan keselamatan selalu menyertaimu...
sukses di dalam da'wah
kejar impian
Aamiin . . . .


Hpku bergetar, dan kulihat ada satu pesan yang dikirim oleh seseorang yang telah lama tak berjumpa denganku. Deg..... hatiku haru membaca untaian kata-kata itu. Rangkaian kata-kata syarat makna. Terlebih aku telah lama tak berjumpa dengan sang pengirim. Haru hatiku, karena kutau cintanya padaku, sementara tiada pernah ketulusan cintanya berbalas sepadan dariku. Seseorang yang banyak tau tentang baik dan burukku, sekaligus menyayangiku, bahkan tatkala aku melupakannya pun, ia masih menyempatkan diri untuk melafalkan do'a-do'anya untukku.

Tiada kusadari. Telah lebih dari lima tahun kami berpisah. Jadi nostalgia kenanangan masa lalu. Betapa nyleneh dan nyentriknya diriku. Masih ingat ketika itu aku ditanya, bila diumpamakan sebagai benda, seperti benda apakah diriku. Disuruhnya aku menggambar di atas kertas. Lalu kugambarkan garis-garis tak beraturan, dan kukatakan. Ini adalah sketsa air. Aku laksana air, yang menerjang apa yang ada di depan yang menghalangiku. Kemudian aku disuruhnya menggambarkan sesuatu yang mencerminkan keadaanku 5 tahun yang akan datang, lalu kugambarkan batu nisan. Ketika ditanya, apa maksudnya, lalu kujawab dengan enteng, ini gambar batu nisan. Batu nisan itu adalah penanda mati. Mungkin dalam waktu lima tahun lagi, aku sudah tiada lagi. Kulihat di raut mukanya nampak keherananan, tapi dengan enteng kukatakan. Ya itulah diriku. Duh duh duh........... bila ingat masa itu. Konyol sekali diriku. Berbeda dengan temanku yang menggambarkan vas bunga yang cantik. Ia memang terlihat jauh berbeda denganku. Cantik dan anggun, santun pula. Tapi..... itu diriku jaman dulu. Sekarang, aku??????? Aku berbeda. Berbeda usia. He7. Semoga berbeda pula dengan keadaanku saat itu. Semoga telah ada perubahan padaku. Perubahan menuju kebaikan, dan mau tidak mau harus kuakui...... bisa jadi........ kebaikan yang kemudian mulai menjalar dalam diriku adalah atas do'a-do'a yang dilantunkan oleh orang-orang yang dengan ketulusan mencintaiku. Tanpa pernah kutau, mereka senantiasa berdoa tiada jemu untuk kebaikanku.

Teringat akan sebuah kisah, dua orang bersahabat yang "berlomba" berdoa kepada Allah, untuk mengetahui doa siapakah yang makbul. Orang pertama memohon kepada Allah agar dirinya dijadikan kaya dan berkecukupan. Selang beberapa waktu kemudian, mereka berjumpa, lalu menanyakan kabar masing-masing. Orang pertama memamerkan kepada kawannya, bahwa do'anya telah dikabulkan. Dia berpikir bahwa do'a kawannya tidak terkabul, karena tak tampak adanya perubahan perbaikan dalam kehidupan kawannya itu. Lalu orang kedua mengatakan, bahwa dia hanya berdo'a, agar Allah berkenan mengabulkan do'a kawannya itu.

Bisa jadi, tercapainya apa yang menjadi cita-cita kita, kesuksesan yang kita dapatkan hingga hari ini, adalah karena Allah mendengarkan dan mengabulkan do'a dari orang-orang yang mendoakan kita. Bahkan bisa jadi, keistiqomahan kita dalam kebaikan kita hingga hari ini adalah karena ada orang lain yang mendoakan kita, lalu Allah memberikan keridhoanNya.

Kekerasan hati telah menggerogoti hatiku, sehingga kepekaan hati semakin menepi. Duhai Allah, ampunilah aku, dan lindungilah ia, kasihilah ia, balaslah kebaikan-kebaikannya, mudahkanlah segala urusannya dan ridhoilah ia. Seseorang yang masih mencintaiku, masih menyayangiku karenaMu. Seseorang yang dengan kesabarannya mengajariku mengenalMu. Seseorang yang dengan ketekunannya mendidikku agar berubah menjadi lebih baik. Seseorang yang berada di Timika, yang masih setia mengalunkan doa.



Especially for mbak Har :)