Senin, 31 Mei 2010

VIRUS BERHADIAH

Apakah ini jenis virus baru? Bukan. Ini sebenarnya bukan varian baru. Tapi virus ini memiliki kemampuan merusak yang hebat. Tapi sayangnya banyak orang yang tidak tau. Meskipun sudah terkena serangan, tetap saja tidak menyadari kalau sudah terinfeksi.
Seperti apakah virus ini? Bagaimana cara kerjanya? Sehingga bisa dikategorikan sebagai virus yang membahayakan. Tapi kenapa berhadiah? Memangnya ada ya virus yang memberikan hadiah? Jawabannya : ADA . Yang terkena virus ini akan mendapat hadiah bila berhasil.

Virus diidentikan dengan sesuatu yang merusak ataupun mengganggu kinerja. Bagi sebagian besar orang, mengikuti sebuah kompetisi ataupun perlombaan adalah sesuatu yang menantang. Siapa yang bisa memenangkan dialah sebagai juaranya. Siapa yang menjadi juara, dialah yang dinilai yang terbaik.

Mungkin sudah menjadi kecenderungan manusia. Ingin tampak lebih paling baik di hadapan manusia. Untuk itu, kadangkala butuh suatu alat ukur. Salah satu cara untuk mengukur ”seberapa baiknya” di hadapan manusia adalah dengan membandingkan, kompetisi atau perlombaan itu. Dengan adanya perlombaan tentu akan ada pengakuan atau legalitas atas ”kebaikan” itu. Dan akhirnya secara umum orang akan menilai pemenang lomba adalah yang terbaik.

Lho apakah salah mengukur seberapa baik diri kita dengan lomba? Tentu tidak. Bila tujuan mengikuti adalah memang untuk mengukur. Dari sana akan tau seberapa nilai diri dan apa yang harus diperbaiki. Lantas memperbaikinya. Dan memang demikianlah seharusnya tujuan mengikuti lomba. Namun bagaimana bila mengikuti lomba adalah bertujuan meraih pengakuan ”yang terbaik”, sehingga akan melakukan segala cara untuk mendapatkan penilaian yang tinggi. Tidak memperhatikan lagi apakah caranya sportif, apakah caranya benar, apakah caranya tidak melanggar etika atau norma. Yang penting menjadi JUARA.

Dan sangat ironis. Ketika instansi pendidikan yang dikenal sebagai tempat mendidik generasi masa depan, memiliki pandangan bahwa sekolah yang baik adalah sekolah yang banyak meraih kejuaraan. Alhasil, parameter keberhasilan sekolah adalah semakin banyaknya penghargaan kejuaraan. Bagi saya, ini bukanlah sesuatu hal yang lumrah. Namun parah. Sesuatu yang dapat merusak. Inilah yang saya katakan sebagai virus berhadiah. Sesuatu yang tak baik namun mendatangkan hadiah. Dan sepertinya inilah yang sering terjadi saat ini. Dahulu yang saya ketahui, tujuan diadakan lomba adalah memotivasi. Dengan diadakan lomba, maka akan saling termotivasi memperbaiki diri. Bagi yang kalah maka akan berusaha meniru hal-hal yang baik dari yang menang. Dan bagi yang menang, dia harus belajar untuk tidak sombong. Namun apakah kondisi saat ini masih seperti itu?

Mungkin ketika pembaca membaca tulisan ini kurang sepakat. Bagaimana mungkin Lomba dikatakan sebagai virus berhadiah. Tak masalah. Namanya juga pendapat. Beda pendapat kan boleh. ^_^
Saya mengatakan gejala ini sebagai suatu yang merusak, karena betapa sering terjadi upaya-upaya tak jujur untuk meraih kejuaraan. Apalagi model perlombaan yang sangat mempertimbangkan adminstrasi sebagai unsur terbesar penilaian lomba. Dalam keadministrasian, sesuatu yang tak ada akan diadakan dengan mudah. (Pengalaman pribadi. He7). Misalnya SK. Atau surat keputusan kepala sekolah. Yang saya ketahui ketika dulu kuliah tentang administrasi, surat dibuat berdasarkan tanggal pembuatan surat. Sehubungan dengan lomba, maka dibuatlah surat keputusan sekarang, tertanggal ”masa lalu”. Contoh lain, ketika yuri mengajukan pertanyaan kepada pihak sekolah, mengenai peranan komite. Karena demi kejuaraan, maka pihak sekolah menjawab bahwa komite sangat berperan, perhatian dan sering memberikan saran kepada sekolah.

Ini hanyalah dua contoh saja. Dan mungkin dipandang bukan dosa besar. Seorang guru bukanlah hakim yang memutuskan benar dan salah, tapi hati saya rasanya sedih. Bagaimana mungkin saya sebagai seorang guru ketika di kelas melarang anak-anak mencontek. Karena mencontek itu berarti berbohong. Sementara gurunya sendiri melakukan kebohongan. Bagaimana mungkin seseorang memberi bila ia sendiri tak punya. Bagaimana mungkin seorang guru mampu memberikan contoh kejujuran , kalau ia sendiri tak jujur.

Akankah ”Sekolah yang bagus adalah sekolah yang sering juara” menjadi tolok ukur dalam pendidikan kita? Tapi rasanya masih saja penilaian semacam itulah yang dipakai oleh masyarakat kita. Bila model penilaian itu tak layak, lantas bagaimana seharusnya? Tunggu episode selanjutnya............ ^_^

7 komentar:

  1. Asalamu'alaikum

    Ini Kisahku ......

    Tukang pos Ngglidig University pulang dengan wajah memelas. Dia ditugasi salah satu mbak Dosen (Dosen baru nih!) untuk menyampaikan undangan lomba "Melukis Langit" ke semua sekolah di Indonesia. Usut punya usut, ternyata ada satu amplop yang masih dibawa karena nggak sampai alamat meskipun sudah semua sekolah didatanginya.
    "Sekolah mana yang belum ketemu?", tanya mbak Dosen.
    "Ini Mbak", jawab pak pos sambil menyerahkan amplop surat undangan.
    Terlihat mbak Dosen menitikkan air mata begitu membaca undangan yang tak sampai tersebut. Pada amplop surat itu bertuliskan : "Kepada Yth. Bapak/Ibu Kepala Sekolah SD/MI BUDI PEKERTI di INDONESIA".

    "Barangkali sekolah tersebut belum mengajukan akreditasi dan nggak pernah mau ikut lomba sehingga namanya sudah dicoret dari daftar sekolah" ......... mungkinkah?!

    Demikian kisah tragis yang kualami.
    Trims.

    Assalamu'alaikum

    BalasHapus
  2. oohh,,,kalau aku sering ngikutin dampingi anak2 SD lomba..dari SD almamaterku.ada 2 hal yg mungkin bisa jd dskus:
    1. ketika menjelang lomba dan saat akan lomba,,apalagi yg lomba beregu,,ada guru motivator yg mengumpulkan anak2 dan berkata. "Kita sudah berusaha ya anak-anak. hari ini kita akan berjuang.lakukan yang terbaik..yang terbaik....Kita tidak usah berfikir untuk menjadi juara ataupun tidak.Jara it urusan belakangan, yang penting,,kita lakukan yang terbaik. oke...!! sekarang qt tarik nafas,,,dan kita berdoa kepada Allah untuk memberikan hasil yg terbaik hari ini"
    Haru,,sering berkaca-kaca aku kalo lagi liat adegan ini. membangun jiwa ksatria dan soft skill lainnya mereka dapatkan.
    2. ibuku seorang guru yg mandhegani sebuah SD. dia pernah mengeluh,,,,bagaimana bisa sekolah x dijadikan SDSN, padahal dalam lomba siswa antar SD, tidak pernah sekaipin menyertkan siswanya.kok bisa? nem mereka jg tinggi.kok bisa? Bapakku dg entheng jawab: ngapain susah2 ngirim anak buat lomba,,lah wong yg jd perhatianpusat sing penting lulus, nem apik kok..
    hahaha...
    ki konteks lombanya beda, ya..lebih ke lomba antarsiswa

    BalasHapus
  3. wa'alaikumussalam warohmatulloh wabarokaatuh

    @ mr bm : semoga saja bukan sekadar belum dicoret. Tapi tidak dicoret. Tapi mungkin daftar namanya tersisih. Berbeda lembar dengan sekolah yang lain. Sehingga bila orang bertanya ke bagian informasi mungkin akan dijawab. Oh, sekolah itu dulu ada. Tapi sekarang tak kurang tau je.

    Mungkin sekolah itu bukan tak mau ikut lomba. Tapi mungkin sedang ada tugas membangun jalan, agar orang mudah mengenali jalan menuju sekolahnya.

    Yang pernah kudengar dari kepala sekolahnya pembangunan jalan ke sekolahnya dan membuat arah itu lebih penting daripada ikut lombanya.
    Gurunya memilih sibuk mendidik daripada sibuk mempersiapkan administrasi lomba. Sebab gurunya mau memilih lomba dengan piagam yang abadi yang tak bisa dimakan rayap dan lapuk karena waktu.

    @ Maulina : bagus ketika lomba menjadi arena pendidikan mental ksatria. Baguslah kalau di Kebumen sono banyaknya tropi piagam bukan ukuran bagusnya sekolah. Tapi apakah sekadar nilai kelulusan sajakah parameter keberhasilan sekolah dalam mendidik? Kalau yang kutau sekolahe ibuke ente jadi SDSN itu karena Allah tau, kepseknya gelem berkorban :)

    BalasHapus
  4. Assalamu'alaikum

    Nilai kelulusan sebagai parameter utama keberhasilan proses pendidikan di sekolah ?!!!!!

    Pendidikan macam apa ini?

    Rasanya sudah terlalu lama kita mabok, kehilangan wujud orientasi mulia dan bergerak tak tentu arah. Gerakan pikiran kita yang selama ini kacau balau tak pernah kita cermati.
    Dunia pendidikan kita perlu turun mesin nih..!!!

    Yuuuk segera siapkan bengkel dan tenaga servis yang handal....! Bakalan banyak motor minta direparasi nih ....!
    He7... kalau mereka sadar bahwa motornya rusak. Berarti.... Sebar-luaskan indikator motor rusak dari suaranya, cara jalannya, borosnya bahan bakar, daya angkutnya, bentuknya dllllllllll.

    Supaya para pengguna dan calon pemakai tahu dan akhirnya sadar serta mau berpartisipasi.

    Insya Allah kita selalu ditunjuki jalanNya yang lurus dan dikuatkan menempuhnya. Bismillah ...

    BalasHapus
  5. wa'alaikumussalam warohmatulloh wabarokatuh

    oke oke oke!
    sepakat!
    Siap jadi deklamator eh, salah jadi publikator ^_^

    Aamiin.........

    BalasHapus
  6. pantaslah bila anak didik pun sudah terbiasa dengan mencari berbagai cara agar mendapatkan nilai bagus. Dari tingkat SD hingga mahasiswa. Mencontek sekalipun gak masalah. Yang penting dapat nilai bagus. Kalau nilai bagus, guru dan orang tua senang. Kalau dapat nilai buruk, menyeramkan. Alhasil, tak jarang pula guru memberikan "bocoran" agar anak didik lulus dan dapat nilai yang bagus. Demi meraih predikat sekolah yang bagus. Dan
    Guru pun berfungsi sebagai pengajar bidang studi "Legalitas Teknik Menyontek". Mungkin ini efek menggunakan nilai kelulusan sebagai tolok ukur keberhasilan pendidikan di negeri ini. Negeriku...... :(

    BalasHapus
  7. Assalamu'alaikum
    peta semakin jelas
    banyak benang kusut harus diurai satu demi satu
    Insya Allah dengan jamaah dan barisan yang semakin baik akan membawa perbaikan yang semakin efektif.
    Lakukan.... diskusikan ... analisis ... rencanakan ulang .... lakukan lagi....
    Tak ada PR yang tak dapat dijawab.
    Insya Allah perubahan riil segera terjadi, tentu saja setelah tertanam kesadaran baru lewat pendidikan kritis yang murni untuk membangun kesadaran bersama, bukannya alasan untuk menjalankan PROYEK semata.


    Wassalamu'alaikum

    BalasHapus