Kamis, 17 Juni 2010

Mengukir Karir Tiada Akhir

Beberapa hari kemarin saya terusik dengan perkataan seorang rekan saya. Perkataannya merupakan komentarnya kepada saya yang terlalu aktif. Dan itu mengindikasikan bahwa saya adalah tipe wanita karir. Dia mengatakan, kebanyakan wanita karir itu kurang peduli dengan urusan rumah . Deg....jujur saja, merasa nggak trimo dibilang sebagai wanita karir. He7. Jadi mikir juga. Apa saya memang seperti itu? Terlalu menyibukkan diri dengan urusan pekerjaan, mengejar karir? Hmm.....memang harus introspeksi diri. Bisa jadi ada benar pula perkataanya. Tapi saya jadi bertanya, sebenarnya apa sih yang dimaksud karir?
Bermula dari rasa “nggak trimo”, saya diskusikan dengan teman-temanku. Pingin juga sharing dengan Bu Dosen Ngglidig University :D , tapi belum sempat bersanjang ke rumah beliau lagi :(

Ada beragam pendapat. Ada yang berpendapat, mumpung masih muda, kejar cita-cita. Rugi kalau wanita hanya di rumah saja. Eman-eman kuliah kalau hanya tinggal di rumah. Kalau di rumah saja, bisa ketinggalan zaman. Itu rata-rata jawaban dari wanita yang bekerja. Namun ada juga yang mengatakan, wanita di rumah itu lebih mulia. Lebih terjaga. Biar laki-laki saja yang bekerja mencari nafkah. Kita urus anak-anak di rumah. Negara itu akan baik, kalau wanitanya baik. Wanita itu memiliki kewajiban mendidik anak-anaknya. Kalau bekerja, bisa jadi nanti anak-anak malah terlantar. Rusaknya generasi muda saat ini sering kali terjadi, karena mereka kurang perhatian dari orang tuanya. Tugas ibulah menjadi madrasah utama bagi anak-anaknya. Ibu-lah yang seharusnya banyak berperan mendidik anak-anak, bukan pembantu atau guru privat yang banyak mengajari mereka.

Itulah beragam pendapat. Bagaimana dengan saya? Mana yang akan saya pilih???????
Kemarin saya membaca buku tulisan Tracy Hogg, The Secret of Baby Whisperer . Buku tentang merawat bayi. Setelah membaca buku itu, saya jadi kepikiran......... Sungguh tak ringan tugas seorang ibu yang baru saja melahirkan. Apalagi yang wanita yang bekerja. Jadi mikir, sepertinya memang lebih baik di rumah. Bisa fokus merawat, mendidik anak-anak.
Saya mengingat benar nasihat bapak saya, beliau mengatakan. Belajar, sekolahlah yang sungguh-sungguh. Tujuanmu mencari ilmu. Dan kupikir, kalaupun saya tak bekerja, insya Allah juga tak sia-sia. Karena kelak ilmu yang didapat juga untuk bekal hidup. Tak sekadar untuk mencari kerja. Tapi dengan ilmu yang saya dapat, saya bisa mendidik anak-anak dan dapat pula ditularkan pada orang lain. Mungkin dengan secuil usaha, mendidik anak-anak menjadi pribadi muslim yang cerdas, dapat perlahan turut sumbangsih memperbaiki kondisi umat.

Mungkin sebagian orang akan berpendapat. Kan tidak dilarang wanita bekerja. Malah bagus itu. Karena era emansipasi. Wanita itu sejajar dengan pria. Wanita itu harus maju. Jadi, jangan mau hanya tinggal di rumah. Bahkan sampai ada yang tidak mau menikah. Karena takut bakal menghalangi dia berkiprah. Bagi saya, saya setuju-setuju saja. Wanita memang harus maju. Wanita harus berfastabiqul khoirot (berlomba-lomba dalam kebaikan). Gak hanya laki-laki yang harus pintar. Wanita juga harus cerdas. Tapi saya tidak setuju, tatkala dengan alasan emansipasi, lantas melalaikan kewajibannya sebagai pendidik bagi anak-anak dan kewajiban lainnya sebagai muslimah. Tak setuju pula bila mengatakan nikah menghalangi kiprah.

Sungguh ironis, mendengar cerita ketika seorang ibu yang aktif bekerja, atau aktif kegiatan di mana-mana, namun keluarganya tak terurus. Tak jarang pula, setelah menikah kemudian tinggal di rumah, tak tahu bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan. Tidak pula mengembangkan diri. Malah lebih banyak menonton sinetron di televisi atau acara-acara lain yang tak bermanfaat. Na’udzubillah min dzalik. Namun saya jumpai pula, seorang ibu yang memiliki banyak anak. Beliau tak bekerja di luar rumah. Tapi aktif di kegiatan sosial. Anak-anaknya dididik dengan baik. Anak-anaknya sholeh-sholehah, cerdas pula. Sungguh salut...

Saya sangat terkesan dengan nasihat beliau. Pandai-pandailah memanfaatkan waktu. Carilah ilmu sebanyak-banyaknya. Tugas kita itu sangat banyak. Yang berkewajiban mencari ilmu tak hanya laki-laki. Tapi setiap muslim. Yang disuruh mengajak pada kebaikan dan mencegah perbuatan keji dan munkar tak hanya laki-laki. Allah juga menjanjikan surga tak hanya bagi laki-laki saja. Tapi juga bagi perempuan. Beliau mengatakan, meskipun kita tinggal di rumah. Kita masih bisa berkarir. Jangan salah. Karir kita adalah mencapai keridhoan Allah dimanapun kita berada. Itulah jenjang karir yang akan kita capai.

Mungkin ada wanita-wanita yang bekerja di luar rumah. Mereka membantu suami mereka. Ada yang karena kondisi ekonomi, namun ada pula yang berpikir bahwa, inilah cara mereka beramal. Mereka ingin memberikan kontribusi dalam perbaikan negeri ini. Sebagai contoh, para dokter wanita. Sungguh terbantu bukan para muslimah, dengan keberadaan dokter-dokter muslimah ini? Ada pula di bidang pekerjaan lain. PNS misalnya. Bagaimana bila posisi PNS diisi oleh orang orang yang “kacau” semua. Lantas mereka mencoba untuk ikut berperan. Meniatkan diri bekerja sebagai PNS agar bisa memperbaiki negeri ini. Selain itu ada pula, mereka yang bekerja untuk membantu orang tuanya. Dan mungkin ini upayanya untuk berbakti pada orang tuanya.


Itulah berbagai pendapat. Semoga para suami juga bisa bersikap bijak. Istri tak harus dikungkung di rumah. Penuhilah hak-haknya untuk dapat menuntut ilmu. Berilah kesempatan para istri untuk turut serta memperbaiki umat. Berbagi ilmu kepada masyarakat. Upssssss ini kok jadi ngoceh begini. Eh, bukan ngoceh ding. Sebuah harapan. Meskipun belum berpengalaman *****, tak dilarang untuk berbicara soal ini bukan? Orang belum mati saja boleh berbicara soal kematian kok. ^_^

Akhirnya saya berpikir, ah tak mengapa dijuluki wanita karir. Karena memang saya ingin mengejar karir tiada akhir. Tapi karir yang dikejar bukan jabatan dalam pekerjaan. Tapi jenjang posisi di hadapan Allah. Dan semoga harapan itu dapat terwujud. Aamiin

Tertantang oleh guruku, mari mengubah kerusakan, kebobrokan di negeri ini. Meskipun kita tak menjadi penguasa. So, harus jadi orang cerdas. Dan teruslah menebarkan rahmat ke seluruh penjuru alam.



Wallahu a’lam.

3 komentar:

  1. Purna Kabiyati
    Purna = awal, mengawali
    Kabiyati = Mengawali Karir Tiada Hendi.....he2x

    BalasHapus
  2. kayae gak gitu je
    Purna kok awal :P
    purna setauku akhir artinya

    BalasHapus
  3. Insya Allah pemimpin yang baik akan dapat membawa yang dipimpinnya senantiasa di 'jalan lurus'.
    Ketika sang pemimpin melihat yang dipimpinnya memiliki kapasitas untuk berkiprah sesuai dengan kecerdasan, kepandaian dan kebijakannya, maka tentu saja tidak layak untuk menempatkannya pada ruang yang menyulitkan terekspresikannya 'ilmu' tersebut, karena berarti pemimpin tersebut sedang mendholimi yang dipimpinnya. Bukankah ilmu itu harus diamalkan supaya tidak menjeratnya di sono kelak?
    Insya Allah kita tergolong sebagai umatNya yang bersyukur atas segala ilmu yang dikaruniakanNya kepada kita dan dimampukan dalam mendorong yang kita pimpin agar dapat mengekspresikan segenap ilmunya yang membawa ke arah Rahmatan lil 'alamin.

    BalasHapus